SEJARAH PERKEMBANGAN TAKSONOMI TUMBUHAN
Sejarah
Perkembangan Taksonomi Tumbuhan
Perbedaan dasar yang digunakan dalam klasifikasi
tumbuhan akan memberikan hasil klasifikasi yang berbeda – beda sehingga
terbentuklah sistem klasifikasi yang berlainan. Berdasarkan tingkat
peradababnnya, manusia yang pertama-tama melakukan kegiatan di bidang taksonomi
tumbuhan khususnya klasifikasi pasti memilah-milah dan mengelompokkan tumbuhan
berdasarkan atas kesaman ciri-ciri yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia.
Misalnya dihasilkan kelompok tumbuhan penghasil bahan pangan, penghasil bahan
sandang, penghasil bahan obat dan lain-lain. Selain itu jug a dapat berdasarkan
ciri-ciri yang mudah dilihat dengan mata telanjang seperti perawakan tumbuhan.
Berdasarkan perawakan tumbuhan (habitus), tumbuhan dikelompokkan menjadi empat
yaitu, pohon (arbor), yang tumbuh tinggi dan besar serta berumur panjang,
perdu, semak, dan terna (herba).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peradaban
ciri-ciri tumbuhan yang pada mulanya tidak dapat diamati dapat dipertimbangkan
untuk dijadikan dasar dalam pengklasifikasian. Karena teknologi yang lebih maju
telah dapat mengamati bagian tersebut misalnya ciri-ciri anatomi, kandungan
zat-zat kimia dan lain-lain.
Dalam dunia taksonomi tumbuhan dikenal berbagai sistem
klasifikasi yang masing-masing diberi nama berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai atau dasar yang digunakan dalam pengklasifikasian. Sistem klasifikasi
yang bertujuan pada penyederhanan objek studi dalam bentuk suatu ikhtisar lengkap
seluruh tumbuhan disebut sistem buatan atau sistem artifisial. Dengan
keterlibatan ilmu-ilmu lain dalam taksonomi tumbuhan muncul sistem klasifikasi
lain yang tidak hanya bertujuan menyederhanakan objek sistem klasifikasinya
disebut sistem alam.
Setelah lahirnya teori evolusi muncul sistem
filogenentik yang mencita-citakan tercerminnya jauh dekatnya hubungan
kekerabatan antara golongan tumbuhan yang satu dengan golongan tumbuhan yang
lain serta urutannya dalam sejarah perkembangan filogenetik tumbuhan.
Kemajuan
dalam ilmu kimia dapat mengungkap zat-zat apa saja yang ada dalam
tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan timbulnya saran agar pengklasifikasian
tumbuhan juga didasarkan pada kesamaan atau kekerabatan zat-zat kimia yang
terkandung di dalamnya. Sehingga terbentuk suatu aliran atau cabang dalam
taksonom tumbuhan yang disebut kemotaksonomi.
Keberdaan
teknologi canggih, salah satunya komputer maka berkembang suatu aliran yang
dikenal sebagai taksimetri atau taksonometri yang berusaha untuk menentukan
jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara dua takson tumbuhan melalui sistem
pemberian nilai untuk kemiringan yang terdapat pada organ yang sama pada dua
kelompok tumbuhan yang berbeda dan kemudian dengan penerapan analisis kelompok
(CLUSTER analisis) dibentuk kelompok-klompok untuk menggambarkan jauh dekatnya
hubungan kekerabatan diantara anggota kelompok
Sistem
Klasifikasi dan Tokoh- tokoh Pencetusnya
Dalam
garis besarnya, perkembangan sistem klasifikasi dari masa ke masa adalah
sebagai berikut:
1. Periode
tertua
Dalam periode ini secara formal belum dikenal adanya
system klasifikasi yang diakui (sejak ada kegiatan dalam taksonomi sampai
kira-kira abad ke-4 sebelum masehi). Sejak awal kehidupan manusia bergantung
pada bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan, manusia sejak dahulu telah
melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam lingkup taksonomi, seperti
mengenali dan memilah-milah tumbuhan mana yang berguna baginya dan yang mana
yang tidak, termasuk pemberian nama, sehingga apa yang ditemukan dapat dikomunikasikan
kapada pihak lain. Dalam zaman prasejarah orang telah mengenal tumbuh-tumbuhan
penghasil bahan pangan yang penting seperti yang kita kenal sampai saat ini.
Jenis-jenis tumbuhan ini diperkirakan telah diperkenal sejak 7 sampai 10 ribu
tahun yang telah lalu, telah dibudidayakan oleh bangsa Mesir, China, Asiria dan
Tigris Di Timur Tengah serta bangsa-bangsa Indian di Amerika Utara dan Selatan,
sejak beberapa ribu tahun yang lalu telah dikenal berbagai jenis tumbuhan yang
merupakan penghasil bahan pangan, sandang, dan bahan obat yang berarti bahwa
sebenarnya merekapun telah menerapkan suatu sistem klasifikasi, dalam hal ini
suatu system klasifikasi yang didasarkan atas manfaat tumbuhan, sehingga tidak
dapat dianggap sebagai system buatan yang tertua. Jelaslah bahwa sejak berpuluh
– puluh abad yang lalu orang telah terjun dalam kegiatan – kegiatan taksonomi
tumbuhan, walaupun pengetahuan yang telah mereka kumpulkan belum begitu
berarti, juga belum ditata, belum menunjukan hubungan sebab dan akibat, sehingga
belum dapat disebut sebagai “ilmu pangetahuan”(science) menurut ukuran
sekarang.
Sekalipun tidak ada bukti-bukti konkrit yang berewujud
peninggalan-peninggalan yang berupa dokumen-dokumen atau bentuk karya tulis
lainnya, tidak perlu diragukan lagi bahwa sesuai dengan pernyataan
Bloembergen-permulaan taksonomi tumbuhan harus digali dari kedalaman sejarah
peradaban manusia di bumi ini.
2. Periode
system Habitus, kira-kira pada abad ke-4 sebelum masehi sampai abad ke-17
Taksonomi tumbuhan sebagai ilmu pengetahuanh baru di
anggap pada abad ke-4 sebelum Masehi oleh orang-orang Yunani yang dipelopori
oleh Theophrastes ( 370-285 SM) murid seorang filsuf Yunani bernama
Aristoteles. Aristoteles sendiri adalah murid filsuf Yunani yang semashur yaitu
plato. Sistem klasifikasi yang diusulkan bangsa Yunani dengan Theophrastes
sebagai pelopornya juga diikuti oleh kaum herbalis serta ahli-ahli botani dan
nama itu terus dipakai sampai selama lebih 10 abad. Pengklasifikaan tumbuhan
terutama didasarkan atas perawakan (habitus) yang golongan-golongan utamanya
disebut dengan nama pohon, perdu, semak, tumbuhan memanjat, dan terna. System
klasifikasi ini bersifat dominan dari kira-kira abad ke-4 sebelum masehi sampai
melewati abad pertengahan, dan selama periode-periode ini ahli-ahli botani,
herbalis, dan filsuf telah menciptakan sIstem-sistem klasifikasi yang pada
umumnya masih bersifat kasar, namun sering dinyatakan telah mencerminkan adanya
hubungan kekerabatan antara golongan yang terbentuk.
Theophrastes sendiri yang dianggap sebagai bapaknya
ilmu tumbuhan, dalam karyanya yang berjudul Historia Plantarum telah
memperkenalkandan memberikan deskripsinya untuk sekitar 480 jenis tumbuhan.
Dalam karya ini system klasifikasi yang diterapkan oleh Theoprastes telah
mencerminkan falsafah guru dan eyang gurunya ( Aristoteles dan Plato), yaitu
suatu suatu system klasifikasi tumbuhan berdasarkan bentuk dan tekstur. Selain
golongan-golongan pohon, perdu, semak seperti yang disebut di atas, ia juga
mengadakan pengelompokan menurut umur dan membedakan tumbuhan berumur
pendek (annual), tumbuhan berumur 2 tahun (biennial), serta tumbuhan
berumur panjang (perennial). Theophrastes juga telah dapat membedakan
bunga majemuk yang berbatas (centrifugal) dan yang tidak berbatas
(centripetal), juga telah dapat membedakan bunga dengan daun mahkota yang bebas
(polipetal atau dialipetal) dan yang berlekatan (gamopetal atau simpetal)
bahkan ia telah dapat mengenali perbedaan letak bakal daun yang tenggelam dan
yang menumpang. Adapun yang telah dilakukan oleh theoprastes hasil klasifikasi
tumbuhan yang telah diciptakan masih dianggap nyata-nyata merupakan suatu
sistem artifisial.
Selama periode system habitus yang cukup panjang ini
dapat dikemukakan tokoh-tokoh lain yang memainkan peran yang cukup penting dan dianggap
telah memberikan saham yang cukup besar dalam perkembangan taksonomi tumbuhan
antara lain:
a.
DISCORIDES (50-?)
Tokoh ini adalah
seorang berkebangsaan Romawi dan hidup dalam zaman pemerintahan Kaisar Nero
dalam abad pertama sebelum masehi. Discorides yang rupa-rupanya tidak mengenal
karya Theoprastes menyatakan pentingnya pemberian Chandra atau deskripsi orang
akan dapat menggambarkan tumbuhan yang dimaksud dan menggunakannya untuk
pengenalan tumbuhan. System klasifikasi ini diciptakan Dioscorides didasarkan
atas manfaat dan sifat-sifat morfologi tumbuhan.
b.
PLINIUS (23-79)
Hanya menghasilkan
karya-karya yang merupakan kompilasi saja dari karya-karya yang telah terbit
sebelumnya dan ditambahkan dengan bahan-bahan dari dongeng, takhayul, dan
kepercayaan-kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan
ke kalangan rakyat. Ia berpendapat bahwa semua tumbuhan di bumi ini diciptakan
tuhan untuk kepentingan manusia. System klasifikasi yang diikuti Plinius adalah
sistemnya Dioscorides yang telah membedakan pohon-pohonan, sayuran, tanaman
obat-obatan, dan seterusnya.
Menjelang abad ke-16, bangkit lagi perhatian terhadap
ilmu tumbuhan yang akan membawa perkembangan taksonomi kearah yang lain.
Gambar-gambar tumbuhan yang dibuat semakin bermutu, lebih lengkap namun masih
bercampur dengan data-data mengenai penggunaannya.
Dari
sederetan nama-nama tokoh terkemuka dalam bidang taksonomi tumbuhan dari masa
itu dapat kita sebut antara lain :
c.
O. BRUNFELS (1464-1534)
Yang tergolong dalam
kaum herbalis, telah menghasilkan karya tentang terna yang dihiasi gambar, yang
sebagian besar merupakan bahan-bahan kompilasi dari karya-karya Theoprastes ,
Dioscorides, dan Plinius. Sayang , buku itu memuat banyak konsep-konsep yang
keliru serta kekisruhan akibat dimasukkannya berbagai informasi yang bersumber
dari cerita rakyat dan takhayul (Gugon Tuhon). Kaum herbalis terutama dianggap
berjasa karena karya-karyanya yang dapat dikualifikasikan sebagai Taksonomi
Deskriptif. Dalam golongan mereka ini nama-nama yang patut diketengahkan
adalah:
d.
J. BOCK (1489-1554) (HIERONYMUS TRAGUS)
Adalah seorang
herbalis yang pernah menjadi guru, pendeta dan kemudian dokter yang mempunyai
hobi ilmu tumbuhan. Ia masih menggolongkan tumbuhan menjadi terna, semak dan
pohon, tetapi ia mengaku telah berupaya untuk menempatkan tumbuhan yang menurut
anggotanya sekerabat dalam katagori yang sama.
e.
L. FUCHS (1501-1566)
Kelahiran Bavaria
(Jerman Barat), adalah seorang guru besar dalam ilmu kedokteran di Tubingen
Jerman Barat. Dia terkenal dengan karya-karyanya dalam bidang ilmu tumbuhan
yang benar pada masaanya.
f.
R. DODONEUS (1516-1518)
Seorang dokter
kelahiran Mechelen, Belgia. Dia pernah menjelajahi Prancis, Jerman dan Italia
serta menjadi dokter di kota kelahirannya. Dia adalah penulis Het Cruyde Boek
yang pada masanya sangat mashur.
g.
M. de L’OBEL(1545-1612)
Berkebangsaan Inggris
dan pernah mengadakan mengadakan perjalanan di Denmark dan Rusia. Dia memiliki
sebuah kebun botani di London dan penulis sebuah karya besar tentang ilmu
tumbuhan. Dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya dengan karya-karyanya yang tidak
kalah menariknya tentang Taksonomi Deskriptif.
3. Periode
sistem numerik
Periode ini terjadi pada permulaan abad ke 18, yang
ditandai dengan sifat sistem yang murni artifisial, yang sengaja dibuat sebagai
sarana pembantu dalam identifikas tumbuhan. Sistem ini tidak menggunakan bentuk
dan tekstur tumbuhan sebagai dasar utama pengklasifikasian. Tetapi pengambilan
kesimpulan mengenai kekerabatan antara tumbuhan.
Dalam
periode ini tokoh yang paling menonjol adalah Karl Linne (Carolus Linneaus)Dibawah
bimbingan Dr. Rudbeck ia menerbitkan karyanya yang pertama kali mengenai
seksualitas tumbuhan. Setelah menjadi dosen ia menerbitkan karyanya yang
berjudul Hortus Uplandikus yang memuat nama-nama semua
tumbuhan yang terdapat dikebunraya di Upsala, yang susunannya mengikuti sistem
de Tournefort. karena jumlah tumbuhan dikebun raya tadi makin besr jumlahnya
maka linneaus menerbitkaan Hortus Uplandikus edisi baru yang
disusun menurut ciptaannya sendiri yang dikenal sebagai Sistema
Sexsuale atau sistem seksual. Doktor Gronovius seorang dokter dan
naturalis, begitu oleh Linneaus, dan Lawson menawarkan kepada Linneaus untuk
membiayai penerbitan naskahnya yaitu Sistema Naturae yang
memuat dasar-dasar pengklasifikasian tumbuhan hewan dan mineral. Selama tahun 1737
sewaktu dinegeri Belanda karya Linneaus yang diterbitkan berjudul Genera
Plantarum dan Flora Lavonica sambil menunggu
pencetakan naskah-naskah itu Linneaus diberi kesempatan oleh Clifford untuk
berkunjung ke Inggris, dan sekembalinya dari Inggris selama sembilan bulan ia
menyiapkan naskah Hortus Cliffortianus yang berisi jenis-jenis
tumbuhan yang dipelihara dalam kebunnya Clifford selama tiga tahun di Belanda
dari tahun 1737 sampai 1739 merupakan masa yang paling produktif bagi Linneaus.
Kurang lebih ada 14 judul tulisannya terbit waktu itu, yang sebagian besar
telah dipersiapkan ketika ia masih di Swedia.
Setelah kembali lagi ke Swedia tidak lagi terbit
karyanya yang berarti dari linneaus selain spesies plantarum yang terbit 1 mei
1753. Pada tahun 1775 ia mengundurkan diri sebagai guru besar dan tiga tahun
kemudian meninggal dunia setelah menderita sakit selama kurang lebih 2 tahun
(10 januari 1778).
Sistem
klasifikasi tumbuhan yang diciptakan oleh Linnaeus masih dikategorikan sebagai
sistem artivisial. Nama Sistema Sexsuale untuk sistem yang
diciptakan sebenarnya tidak begitu tepat karena pada dasarnya sistem ini tidak
ditekankan pada masalah jenis kelamin, tetapi pada kesamaan jumlah alat-alat
kelamin seperti jumlah benangsari. Nama-nama golongan tumbuhan yang diciptakan
oleh linnaeus seperti monandria (berbenang sari tunggal), diandria
(berbenangsari dua), triandria berbenangsari tiga dan seterusnya. Itulah
sebabnya sistem klasifikasi tumbuhan ciptaan Linnaeus dikenal pula sebagai
sistem numerik.
Ciptaan
Linnaeus ini meupakan sistem yang dinilai revolusioner untuk masa itu, dan
memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada sumbangan linnaeus yang lain,dan
sistem ini sengaja dirancang sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi tumbuhan
dan ia juga dianggap sebagai pencipta sistem tatanama ganda yang ia terapkan
dalam bukunya Species plantarum yang diterbitkan pada tanggal
1 mei 1753 yang menjadi pangkal tolak berlakunya tatanama tumbuhan yang diakui.
Sesungguhnya linnaeus dianggap tidak tepat bila ia
sebagai pencipta tatanama ganda. Sebelum linnaeus, sistem tatanama ganda telah
dirintis oleh caspar bauhin, yang dalam tahun 1623 dalam bukunya pinax
theatri botanici telah menerapkan sistem tatanama ganda pada tumbuhan.
Karena besar jasa-jasa yang diberikan oleh linnaeus bagi perkembangan taksonomi
umumnya dan taksonomi tumbuha n khususnya bagi dunia ilmu hayat linnaeus
mendapatkan gelar sebagai “ bapak taksonomi” baik hewan maupun tumbuhan dan
juga mendapat pengakuan dari negara yang diberikan oleh raja swedia yang
mengangkat linnaeus ke jenjang bangsawan, sehingga nama karl linne diubah
menjadi karl von linne. Linneaus juga berperan penting dalam taksonomi tumbuhan
yang membangkitkan minat dan semangat siswa yang kemudian beberapa diantaranya
menjadi tokoh seperti gurunya.
a.
Peter Kalm ( 1716 – 1779)
Yaitu salah seorang
murid linnaeus yang berkebangsaan swedia yaitu sebagai kolektor dan penjelajah
dengan ekspedisinya ke finlandia dan rusia.
b.
F. Hasselquist ( 1722 – 1752 )
Yaitu salah satu
murid favrite linnaeus yang selama 2 tahun mengadakan koleksi di timur tengah.
Ia mengkoleksi tumbuhan asli dari Palestina, Arab, Mesir, Suriah dan Smyrna.
c.
P Forskal ( 1731 – 1760 )
Yaitu salah satu
murid Linnaeus dari Finlandia yang pernah terpaksa berpakaian sebagai petani
untuk menghindari penganiayaan orang-orang badui ketika mengadakan ekspedisi
dari Denmark, dari koleksi Forskal inilah Linnaeus dapat mengetahui flora
Mesir, terutama yag ada disekiatar Kairo.
d.
C.P. Thunberg ( 1743- 1828)
Yaitu murid Linnaeus
yang telah menulis dua buku flora dari sejumlah besar karya – karya ilmiah
lainnya. Ia pernah mengadakan koleksi didaerah tanjung harapan di Afrika
Selatan dan menemukan sekitar 300 jenis tumbuahan yang baru untuk ilmu
pengetahuan.
e.
J.A Murray ( 1740- 1791)
Yaitu salah seorang
murid Linnaeus yang sangat pandai, yang kemudian menjadi guru besar di
Universitas Goningen, Jerman barat, penerbit karya Linnaeus system
vegetabilum edisi ke 13,14,dan 15. Ia juga menulis berbagai publikasi
dalam bidang tumbuhan.
f. J.
Roemer ( 1763- 1819)
Yaitu seorang guru
besar di Zurich,Swis, yang bersama schules menerbitkan karya linnaeus systema
vegetbilum edisi 16.
g.
CL.WILDENOW ( 1765- 1812)
Adalah guru besar
dalam ilmu hayat di Universitas Berlin dan direktur kebun raya Berlin, yang
bertindak pula sebagai penyunting (editor) species plantarum edisi
ke-IV yang ditulis kembali dan diperluas.
h.
J.Schultes (1773- 1831)
Yaitu guru besar di
Wina dan di universitas lain, penulis flora austria dan
bersama-sama roemer menerbitkan karya Linnaeus systema
vegetabilum edisi 16.
Setelah meninggalnya linnaeus pada tahun 1783, koleksi
tersebut dibeli oleh J.E.Smith (1758-1828) yang akhirnya dijual tiga kali lipat
kepada himpunan Linnaeus d London (linnean society of London) yang memiliki seluruh
koleksi Linneaus dan menyimpannya hingga sekarang.
4. Periode sistem klasifikasi yang didasarkan
atas kesamman bentuk atau sistem alam,dari kira-kira akhir abad ke-18 sampai
pertengahan abad ke-19
Menjelang berakhirnya abad ke-18 terjadi perubahan-perubahan
yang revolusioner dalam pengklasifikasiaan tumbuhan. Sistem klasifikasi yang
baru ini disebut “sistem alam” yaitu golongan yang terbentuk merupakan
unit-unit ynag wajar (natural) bila terdiri dari anggota-anggota itu,dan dengan
demikian dapat tercermin pengertian manusia mengenai yang disebut yang
dikehendaki oleh alam. Secara harfiah istilah “sistem alam” untuk aliran baru
dalam klasifikasi ini tidak begitu tepat karena pada hakekatnya semua sistem
klasifikasi adalah sistem buatan. Untuk sitem klasifikasi yang digunakan dalam
periode ini, digunakan nama “sistem alam” (natural system) dengan maksud untuk
memenuhi keinginan manusia akan adanya penataan yang tepat yang lebih baik dari
sistem-sistem sebelumnya.
Dalam
periode ini tokoh-tokoh yang dikemukakan dalam periode ini adalah
a.
M.Adanson ( 1727- 1806)
Yaitu seorang ahli
tumbuhan berkebangsaan Perancis dan seorang anggota akademi ilmu pengetahuan di
Universitasa Sorbonne,Paris. Yaitu ia menolak semua sistem artifisial,
menggantikan dengan sistem alam, ia termasuk orang yang pertama-tama mengadakan
eksplorasi tumbuhandidaerah tropika yang dalam bukunya families des
plantes ia telah membedakan dan mendeskripsi unit –unit pada waktu
sekarang setar dengan yang kita kenal sebgai bangsa (ordo) dan suku ( familia).
b.
G.C. Oeders (1728- 1791)
Seorang ahi tumbuhan
berkebangsaan denmark yang antara lain telah menulis flora Sleeswijk Holstein
dan Denmark.
c.
J.R. de Lamarck (1744-1829)
Seorang ahli ilmu
hayat berkebangsaan Perancis,yang bagi para ahli taksonomi tumbuhan dikenal
sebagai penulis flora francoise yang ditulis berupa kunci
untuk pengidentifiasian tumbuh-tumbuhan diperncis, dan Lamarck juga dikenal
sebgai penulis fhilosophie zoologique dan echele animale dan
dianggap sebagai slaha seorang perintis lahirnya teori evolusi. Teorinya
dikenal dengan nama “lamarckisme”, yang menyatakan perubahan lingkungan yang
dapat mengubah struktur organisme, menimbulkan yang herediter sering menjadi
bahan ejekan dikalangan ahli ilmu hayat.
d.
De Jussieu bersaudara Antoine de jussie ( 1686- 1758)
Benard de jussie
(1699-1776), joseph de jussieu (1704-1779). Tiga saudara de jussie yang
merupakan putera-puteri seorang apoteker di Lyon. Perancis. Yang
ketiga-tiganya kemudian menjadi ahli taksonomi tumbuhan yang bernama Antoine
dan Benard adalah murid Pierre Magnol (1638-1715) yang menjadi guru besar dan
direktur kebun raya di mompellier. Perancis. Benard menyusun kembali
klasifikasi menurut sistem ciptaannya sendiri,tetapi banyak kemiripannya dengan
sistem linnaeus yang ditetapkan dalam karyanya yang berjudul fragmenta
methodi naturalis dan sistem ray dalam bukunyamethodue plantarum
benard membagi tumbuhan bangsa dalam tumbuhan biji tunggal dan
tumbuhan biji belah, dan diadakan pembagian lebih lanjut mengenai kedudukan
bakal buah, ada atau tidaknya mahkota bunga,dan ada tidaknya pelekatan
daun-daun mahkota bunga.
e.
Joseph (1709-1779)
Yang termuda dari
ketiga De jussieu bersaudara ini tinggal bertahun-tahun di Amerika Selatan
untuk studi dan pembuatan koleksi.
f.
All de Jussieu (1748-1836)
Telah mempublikasikan
karyanya yang pertama yang memuat suatu sistem klasifikasi tumbuhan yang baru.
Saran klasifikasi tumbuhan dari De jussie adalah sebagai berikut:
i. Acotyledoneae
terdiri atas satu kelas dengan 6 suku fungi, algae, hepaticae, musci, filices,
njades.
ii. Monocotyledoneae
terdiri atas 3 kelas dengan 16 suku .
iii. Dicotyledoeae
yang terbagi dalam
§
· Monoclinae yang dibag lagi dalam 3 golongan
a. apetalae terdiri
atas 3 kelas dengan 11 suku
b. monopetalae
terdiri atas 4 kelas dengan 25 suku
c. polypetalae
terdiri atas 3 kelas dengan 57 suku
§
· Diclinae terdiri atas 1 kelas dengan 5 suku
All. de jussie
menjadi guru besar yang dikenal sebagai DE CANDOLLE, nama ini merupakan nama
keluarga yang tiga generasi berturut-turut menghasilkan tokoh-tokok yang sangat
mashur dalam dunia ilmu tumbuhan, khususnya taksonomi. Mereka itu adalah :
a. Augustin Pyramus De Candolle (1778-1841)
Yang
adalah murid R.L Desfontaines (1752-1833 yang bertahun-tahun menjabat Guru
Besar ilmu tumbuhan di Paris dan direktur Kebun Raya di sana, penulis Flora
Atlantica dan berbagai publikasi lainnya. DE CANDOLLE sendiri kemudian menjadi
Guru Besar di Montpellier (Prancis) dan akhirnya di Geneva (swiss). Ia menjadi
sangat mashur sebagai pemrakarsa dan penulis sepuluh jilid pertama sebuah karya
monumental yang berjudul Prodromus SystematisNatural Regni Vegetabilis, previsi
edisi ke-III karya Lamarck Flora Francoise, dan pencipta system klasifikasi
tumbuhan disebut menurut namanya (system de Candolle), yang banyak hal mirip
sistemnya de Jussieu, tetapi jauh lebih luas. Ia juga berpendapat, bahwa
sifat-sifat anatomi dapat dijadikan dasar klasifikasi yang lebih kuat dari pada
sifat-aifat fisiologi. Garis besar system klasifikasi de Candolle adalah sebagai
berikut :
I. Kelas Dicotyledoneae (exogenae)
1. Anak kelas thalamiflorae, yang terdiri atas 4 kohor
dan 51 marga
2. Anak kelas Calicyflorae, yang terdiri atads 64
marga
3. Anak kelas Corolliflorae dengan 23 marga
4. Anak kelas Monochlamydeae dengan 20 bangsa
II. Kelas Monocotyledonea (Endogenae)
1. Anak kelas Phanerogamae dengan 21 marga
2. Anak kelas Cryptogamae dengan 5 bangsa
III. Kelas Acotyledonae (Cellulares)
1. Anak kelas Foliaceae, yang mencakup Musci dan
Hepaticae.
2. Anak kelas Aphyllae, yang meliputi Lichenes,
HIpoxyla, Fungi dan Algae.
b. Alphonso De Candolle (1806-1893)
Anak Augustin de
Candolle yang menyelesaikan tugas ayahnya, sehingga Prodromus yang tersisa itu
ditulis oleh spesialis-spesialis dengan Alpohso de candolle sebagai penyuntingnya.
Ia sendiri menulis jilid pertama buku-buku Suites au Prodromus dan penyunting
kelima jilid buku-buku yang merupakan kelanjutan Prodromus yang diprakarsai
ayahnya.
c. Casimir De Candolle (1838-1918)
Adalah anak Alfonso
yang menulis berbagai monografi antara lain tentang Meliaceae dan Piperaceae,
dan bertindak sebagai editor untuk menyrlesaikan keempat jilid Suites au
Prodromus yang masih tersisa.
d. Robert Brown (1773-1858)
Adalah kolektor
tumbuhan dan penulis publikasi yang penting. Sekalipun ia sendiri tidak
menciptakan suatu system klasifikasi, tetapi karya-karyanya mempunyai pengaruh
yang besar terhadap system-sistem klasifikasi yang diciptakankemudian. Ia telah
menunjukan bahwa Gymnospermae adalah golongan tumbuhan yang ditandai dengan adanya
bakal biji yang telanjang dan harus dipisahkan dari angiospermae. Ia juga orang
pertana yang menjelaskan morfologi bunga dan penyerbukan pada asclepiadeaceae
dan Polygalaceae. Ia pun dikenal sebagai penemu suatu fenomenon yang hingga
sekarang kita kenal sebagai “gerakan Brown”
e. John Llindley
(1799-1865)
Adalah Guru Besar
ilmu Tumbuhan di London. Ia sangat tenar dengan ahli Anggerik. Ia mengusulkan
suatu system klasifikasi yang didasarkan atas aspek-aspek terbaik yang ia ambil
dari para pendahulunya. System Lindley merupakan system alam yang pertama yang
secara luas digunakan Inggris dan Amerika, antara lain juga merupakan system
klasifikasi alam yang paling komprehensif yang ditulis dalam bahasa inggris.
f. Brongniart (1801-1847)
Adalah Guru Besar ilmu
Tumbuhan dan anggota Akademik Ilmu Pengetahuan di Paris dan merupakan seorang
ahli paleobotani dan taksonomi. Sebagai penulis sejumlah besar karya-karya
dalam ilmu tumbuhan, ia antara lain mengusulkan suatu system klasifikasi
tumbuhan sebagai berikut :
I. Cryptogamae
1.
Amphigenes (Algae, fungie, lichenes)
2.
Aerogenes (Musci, Cryptogamae beberkas angkutan dan characeae)
II. {Phanerogamae)
1.
Monocotyledonae
a.
Perispermae
b.
Aperispermae
2.
Dicotyledonae
A. Angiospermae
a)
Gamopetalae
b)
Dialypetalae
B.
Gymnospermae
Letak kelemahan
system Brongniart ini adalah penempatan angiospermae dan gymospermae dalam
lingkungan Dicotyledonae
g. St. L. Endlicher (1804-1849)
Adalah Guru besar
Ilmu Tumbuhan, Direktur Kebun Raya dan Museum Botani di Wina. Dari sekian banyak
publikasinya, ia tercatat sebagau salah seorang penganjur system alam yang
termuat dalam bukunya Genera Plantarum yang memuat 8835 marga yang 6235di
antaranya adalah dari tumbuhan berberkas angkutan. System klasifikasinya yang
termuat dalam General Plantarum itu terbit kira-kira pada masa yang bersamaan
dengan terbitnya system bronkniart, dan dianggap sebagai salah satu sumbangan
yang besar dalam sejarah klasifikasi tumbuhan. Endlicher mengklasifikasikan
tumbuhsn sebagai berikut :
Region I Thallophyta
Sectio
1. Protophyta (Algaedan Lichenes)
Sectio
2. HYsterophita (fungi)
Region II Cormophyta
Sectio
3. Acrobrya
Kohor
1. Acrybrya anophyta (Hepaticae dan Musci)
Kohor
2. Acrybrya protophyta (calamariae, felices, hidropterides)
Kohor
3. Acrobrya Hysterophyta (Rhizantheae)
Sectio
4. Ampibrya (Monocotiledonae)
Sectio
5. Acramphibrya
Kohor
1. Gymnospermae
Kohor
2. Apetalae
Kohor
3. Gamepetalae
Kohor
4. Dialypetalae
h. G. Benmtham (1800-1884) dan J. D Hooker (1817-1911)
George Bentham pada
mulanya adalah seorang amatir, tetapi setelah mencapai usia separuh baya telah
memberikan sepenuh perhatiannya kepada Ilmu taksonomi tumbuhan. Ia menjadi ahli
taksonomi yang sangat mashur, disamping itu juga ahli bahasa dan menguasai
bahasa latin dengan baik, dan penulis berbagai karya dalam bidang taksonomi
tumbuhan, antara lain Flora of Australia, hongkong, dan nomografi-monografi
dunia untuknsejumlah suku seperti Polygonaceae, labiatae, dll.SS
5.
Periode Sistem Filogenetik dari Pertengahan abad ke 19 hingga sekarang
Teori evolusi, teori desendensd atau teori keturunan
seperti yang diciptakan oleh darwin merupakan suatru teori hingga sekarang oleh
sebagian orang terutama tokoh agama masih dianggap kontroversial dan tetap
ditentang kendati ajaran itu tetap diterima dan cepat tersebar luas dikalangan
kaum ilmuan yang begitu fanatik terhadap teori ini sampai ada yang menyatakan,
bahwa “ evolusi bukannya teori lagi, tetapi adalah suatu aksioma yang tidak
perlu diragukan kebenarannya, dan oleh krenanya tidak perlu diperdebatkan lagi
“.
Sistem klasifikasi dalam periode ini berupaya untuk
mengadakan penggolongan tumbuhan yang sekaligus mencerminkan urutan – urutan
golongan itu dalam sejarah perkembangan filogenetiknya dan demikian juga
menunjukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan yang satu dengan yang lain. Jadi
dalam klasifikasi ini dasar yang digunakan adalah “filogeni” dan dari sini
lahirlah nama “sistem filogenetik” kenyataanya, bahwa kemudian muncul sistem
klasifikasi yang berbeda, membuktikan bahwa persepsi dan interpretasi para ahli
biologi mengenai yang disebut filogeni itu masih berbeda beda.
Contoh
tokoh – tokoh ahli taksonomi tumbuhan sebagai berikut :
a.
Alexander Braun (1805 – 1877)
Merupakan seorang
ahli tumbuhan yang dikenal sebagai pakar morfologi dan pengenal baik “Flora
Eropa Tengah”. Sebagai pelopor sistem filogenetik ia membedakan tumbuhan
seperti dibawah ini :
I. Tingkat Briophyta
1.
Kelas Thallodae (Algae, Lichenes, Fungi)
2.
Kelas Thallophyllodae (Chorinae, Muscinae)
II. Tingkat
Cormophyta (Felices)
III. Tingkat
Anthophyta
a.
Bagian besar Gymnospermae
b. Bagian besar Angiospermae
1.
Kelas Monocotyledonae
2.
Kelas Dicotiledonae
1e.
Apetalae
2e.
Sympetalae
3e.
Eleutheropetalae
b.
A.W. Eichler (1839 – 1887)
Seorang ahli tumbuhan
yang sangat termashur karena publikasinya melalui diagram – diagram bunga, dan
editor Flora Braziliensis yang ditulis oleh von Martius (1794 – 1868), yang
waktu menjadi guru besar di Munich pernah mengambil Eichler sebagai asitennya.
Eichler juga pernah menjadi penulisbab tentang Coniferaedalam edisi pertama
buku Die Naturlichen Pllanzen familienyang diterbitkan oleh engler (1844 –
1930) dan K. Prantl. Klasifikasi alam tumbuhan menurut Eichler adalah sebagai
berikut :
A. Crytogamae
I.
Afdeling Thallophyta
1.
Kelas Algae
2.
Kelas Fungi (sebagai kelompok demikian pula Lichenes)
II.
Afdeling bryophyta
III.
Afdeling Pterydophyta
B. Phanerogamae
I.
Afdeling Gymnospermae
II.
Afdeling Panerogamae
1.
Kelas Monokotiledoneae
2.
Kelas Dikotiledonae
c.
Adolp Engler (1844-1930)
Merupakan ahli
taksonomi tumbuhan yang berkebangsaan Jerman yang sangat termashur, penulis
atau editor sejumlah karya-karya dalam taksonomi yang sangat penting, antara
lain Die Naturlichen Pflanzenfamilien yang meliputi lebih dari 20 jilid dari
bersama-sama dengan K. Prantl. Sistem engler membagi alam tumbuhan dalam
sejumlah Afdeling yang garis-garis besarnya sebagai berikut :
I.
Afdeling Schizophyta
II.
Afdeling Phytosarcodyna
III.
Afdeling Flagellatae
IV.
Afdeling Diniflagellatae
V.
Afdeling Bachilariophyta
VI.
Afdeling Conjugate
VII.
Afdeling Clorophyceae
VIII.
Afdeling Charophyta
IX.
Afdeling Phaeophyceae
X.
Afdeling Rhodophyceae
XI.
Afdeling Eumycetes
XII.
Afdeling embryophyta asiphonogama
1.
Sub Afdeling Bryophyita
2.
Sub Afdeling Pteridophyta
XIII. Afdeling Embryophyta siphonogama
1. Sub Afdeling
gymnospermae
2.
Sub Afdeling Angiospermae
a.
Kelas Monocotiledoneae
b.
Kelas Dicotyledoneae
Salah
satu penyebab mengapa engler diterima secara luas oleh ahli – ahli tumbuhan
ialah karena Engler dan Plantl dalam bukunya Die Naturlichen Pflanzenfamilien
menerapkan sitemnya untuk seluruh tumbuhan mulai dari Algae sampai kepada
Spermatophyta. Engler berpendapat bahwa Monocotiledoneae lebih primitif dari
pada Dicotiledoneae, dan bahwa Orchidaceae (anggrek) lebih maju dari pada
Gramineae (rumput).
d.
Charles E. Besseu (1845 – 1915)
Menjadi orang pertama
yang menyajikan suatu sistem klasifikasi secara filogenetik. Ia tidak dapat
menrima hipotesi – hipotesisnya Eichler dan Engler, dan sebagai ahli ilmu
tumbuhan sangat dipengaruhi masalah asalnya jenis dan teori evolusi seperti
yang dikemukakan oleh darwin dan wallace. Pada umunya sistem Bessey adalah
seperti sistemnya Benthan dan Hooker yang ditatakembali dengan menerapkan
asas-asas evaluasi dengan mengubah istilah “cohor” menjadi “bangsa” (ordo),
“orders” menjadi “suku” (familia).
e.
Richard Wettstein (1862 – 1831)
Salah seorang guru
besar ilmu tumbuhan di Winadimana dalam sistem klasifikasinya menggunakan
istilah “stamm” untuk kategori tertinggi barangkali sering menggunakan kata
“divisi”. “Abteilung” untuk bagian “stamm” yang barangkali dapat dinamakan
sekarang dengan “anak divisi”. Selain itu dia juga masih menggunakan istilah
“unter abteilung” yang sekarang sukar dicari padananya.
f.
Alfred B. Rendle (1865 – 1939
Ia terkenal bukan
hanya studinya mengenai Gramineae, Oricidaceae, Najadaceae tetapi juga karena
kepemimpinanyabertalian dengan penyusuan peraturan-peraturan pemberian nama
secar internasional. Ia juga menulis Classification of Flowering Plants yang
terdiri atas dua jilid, yang memuat sistem klasifikasinya yang pada dasarnya
mengikuti sistemnya Engler dan Prantl. Sistem ciptaan Rendle lebih merupakan
sistem filogenetik modern dalam arti yang sesungguhnya. Seperti Engler dan
Plantl, ia juga berpendapat bahwa Monocotiledoneae adalah golongan paling
primitif dibandingkan dengan Dicotiledoneae.
g.
Karl C. Mets (1866 – 1944)
Metode penetuan jauh
dekatnya hubungan kekerabatan antar tumbuhan yang dikembangkan Metz dan dibantu
oleh Ziengenpix ini timbul dari anggapan bahwa setiap jenis tumbuhan mengandung
protein yang pas bagi jenis itu dan timbul lain yang mempunyai hubungan
kekerabatan dengan jenis itu di anggap mempunyai protein yang sejenis yang dpat
dibuktikan melalui reaksi serologi atau teori serodinostik. Metode ini ternyata
berkembang pesat dalam fiorlogi dan lazim diterapkan dalam mengidentifiikasi
virus. Penerpannya dalam duniaa tumbuhan adlah sebagai berikut, mulai dari
suatu jenis tumbuhan yang telah diketahui identifikasinya diakstrasi protein
yang dianggap karasteristik untuk jenis itu. Hsil ekstraksi itu disuntikan
sebagai antigen kelam darah marmot atau kelinci, yang dengan dimasukinya
ndengan benda asing itu dalam serum darahnya akan membentuk antibodi.
Jelas kiranya bahwa
metode ini merupakan metode yang cukup rumit yang tidak dikuasai oleh
rata-ratanya ahli biologi, hingga aspek ini tidak begitu banyak oleh ahli-ahli
taksonomi tumbuhan yang tidak memiliki latarbelakang pendidikan kimia yang
kuat. Namun demikian, dikalangan ahli-ahli farmasi, melaui studi formakognosi,
fitokima dan lain-lain, terutama untuk menpatkan bahan-bahan kimia dengan
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pengobatan.
h.
Hans Halliers (Johan Gottfried Hallier) (1868 – 1932)
Diantara sekian
banyak publikasinya, termuat sistem filogenetik ciptaanya, yang masih
berdasarkan atas asas-asas filetik seperti yang dilakukan oleh Bessey, namun ia
masih banyak menggunakan hasil-hasil penelitian dalam paleobotani, anatomi,
serologi, dan antogeni. Ia menolak konsep Engler mengenai bunga yang masih
dianggap primitif tetapi memilih tipe strobiloid sebagai tipe bunga yang
primitif. Penangananya pada Monocotiledoneae tidak bgitu cermat terhadap yang
ia lakukan pada Dicotiledoneae.
i.
August A. Pulle (1878)
Ia menggolongkan
tumbuhan berbiji dengan nama Spermatophyta, tetapi menolak konsep engler yang
membagi divisi itu menjadi dua anak divisi yaitu Monocotiledoneae dan
Dicotiledoneae.
j.
Carl Skottberg (1880)
Sistem skottberg
berbeda baik dengan pendapat Engler maupun Wattstein, btetapi menerima baik bebrapa
pendapat Bentham dan Bessei. Seperti ia tunjukan pada penetapan Amentiferae
setelah Roasales, dan berbeda pula dengan sistem Pulle dengan memepertahankanb
Primulales dalam Sympatalae.
k.
John Hutchinson (1884 – 1972)
Sistem klasifikasi
Hutchinson menujukan kaitan – kaitan yang lebih dekat dengan sistemnya Bentham
dan Hooker serta sistemnya Bessey dari pada Engler. Walaupun sistem Hutchinson
merupkan sistem klasifikasi tumbuhan yang termasuk sistem filogenetik paling
mutakhir dan cukup terperinci tetapi hanya terbatas pada tumbuhan berbiji saja
dan dari golongan ini hanya sebagain yaitu angiospermae.
6.
Sistem Klasifikasi Kontemporer
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat
dalam abad ke-20 ini pasti akan berpengaruh pula terhadap perkembangan ilmu
taksonomi tumbuhan. Kecenderungan untuk mengkuantitatifkan data penelitian dan
penerapan matematika dalam pengolahan data yang diperoleh telah menyusup pula
ke dalam ilmu-ilmu sosial yang semula tak pernah atau belum memanfaatkan
matematika serta belum mempertimbangkan pula kemungkinan-kemungkinanyang dapat
di capai dengan penerapan pendekatan kuantitatif matematik.
Perkembangan teknologi, khusus nya di bidang
elektronika yang dalam abad nukluer maju dengan pesat ini, telah pula menjamah
bidang taksonomi tumbuhan, yang sejak beberapa dasawarsa belakangan ini juga
sudah di jalari “penyakit” penerapan metode penelitian kuantitatif yang
pengelohan datanya memanfaatkan jasa-jasa komputer pula. Kumputer telah
digunakan secara luas dalam pengembangan metode kuantitatif dalam klasifikasi
tumbuhan, yang melahirkan bidang baru dalam taksonomi tumbuhan yang dikenal
sebagai taksonomi numerik,taksometri atau taksonometri.
Pengolahan
data secara elektronik (EDP—Elektronic Data Processing), juga sudah diterapkan
untuk berbagai prosedur dalam penilitian taksonomi antara lain dalam
penyimpanan dan pengambilan laporan-laporan atau informasi.
Taksonomi numerik didefinisikan sebagai metode
evaluasi kuantitatif mengenai kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan
organisme dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu analisisyang dikenal
sebagai”analisis kelompok” (cluster annalysis) kedalam katagori takson yang
lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tersebut. Peranan komputer adalah
unutk mengerjakan perbandingan kuantitatif antara organisme mengenai sejumlah
besar ciri-ciri secara simultan.
Taksonomi
numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya didasarkan atas kemiripan
yang diperlihatkan objek studi yang diamati dan di catat, dan bukan atas dasar
kemungkinan-kemungkinan perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam
taksonomi numerik bersifat empirik oprasional, dan data serta kesimpulannya
selalu dapat diuji kembali melalui obsevarsi dan eksperimen. Langkah-langkah
yang perlu diambil dalam melaksanakan kegiatannya, meliputi berturut-turut :
- Pemilihan
objek studi, yang dapat berupa individu, galur, varietas, jenis, dst. Yang
penting diperhatikan ialah unit-unit yang dijadikan objek-objrk studi
harus benar mewakili golongan organisme yang sedang di garap.
- Pemilihan
ciri-ciri yang akan diberi angka (score). Jumlah ciri yang dipilih untuk
pemberian angka harus cukup banyak. Sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
ciri, yang masinhg-masing diberi kode dan selanjutnya disusun dalam bentuk
tabel atayu matriks.
- Penguksran
kemiripan. Kemiripan ditentukan dengan membandingkan tiap ciri pada masing
unit taksonomi operasional. Banyaknya atau besanya kesamaan diberi angka
yang dinyatakan dalam %.
- Analisis
kelompok (cluster analysis). Matriks kemiripan kemudian didata kembali
sehingga unit-unit taksonomi operasional yang mempunyai kemiripam bersama
yang paling tinggi dapat dikumpulkan menjadi satu. Ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara yang memungkinkan penentuan takson atau kelompok yang
sekerabat. Kelompok-kelompok itu disebut fenon dan ditata secara hirerki
dalam suatu diagram yang disebut dendogram.
Diskriminasi.
Metode yang diterapkan dalam taksonometri itu dalah metode morfologi komparatif
yang secara konfesional telah lazim digunakan, dengan perbedaan dalam taksonomi
numerik dimanfaatkan bantuan peralatan yang canggih tyaitu komputer dan alat
yang digunakan untuk menghitung lainnya.
Takson dan Kategori
Dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) Bagian II Peraturan dan
Saran-Saran Bab I Tingkat Takson dan Istilah untuk Menyebutnya Pasal 1, secara
eksplisit, bahwa yang dimaksud Takson adalah setiap golongan (unit) taksonomi
tingkat yang mana pun. Artinya takson-takson itu dibedakan dalam tingkat yang
berbeda-beda, yang berarti pula bahwa takson-takson itu dapat ditata menurut
urut-urutan tingkatnya. Pasal berikutnya dalam KITT menyebutkan bahwa ada 7
tingkat takson yang utama, yang diurutkan dari yang terbesar sampai yang
terkecil, seperti pada tabel berikut (Perbandingan dengan takson hewan) :
Klasifikasi
tumbuhan
|
Klasifikasi
hewan
|
Kingdom
|
kingdom
|
Divisio
|
Filum
|
Class
|
Class
|
Ordo
|
Ordo
|
Familia
|
Familia
|
Genus
|
Genus
|
Spesies
|
Spesies
|
Istilah jenis, marga, suku, dan seterusnya merupakan
istilah untuk menunjukkan takson menurut tingkatnya, yang dalam taksonomi
disebut pula dengan istilah kategori. Namun istilah kategori lazim digunakan
dalam taksonomi hewan,dan jarang kita jumpai dalam taksonomi tumbuhan.
Takson (unit) dasar dalam taksonomi tumbuhan. Pada masa lampau yang dijadikan
unit dasar dalam klasifikasi tidak sama dengan unit dasar yang dipakai
sekarang. Dari karya pakar masa lampau dapat disimpulkan, bahwa unit dasar yang
mereka pakai adalah marga (genus), yang terbukti dari judul karya mereka yang
semua hampir sama, yaitu Genera Plantarum (marga-marga tumbuhan), seperti
karya-karya Linnaeus, Endlicher, Bentham & Hooker, semuanya berjudul Genera
Plantarum. Pada waktu sekarang keadaannya telah berubah, KITT Bagian II, Bab I
Pasal 2 menyebutkan seara eksplisit, bahwa takson jenis (species) adalah yang
merupakan unit dasar. Sebagai contoh klasifikasi pada Oryza sativa (padi):
Regnum (dunia) :
Plantae
Divisio (divisi) : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class (kelas) : Monocotyledoneae
Ordo (bangsa) : Poales (Glumiflorae)
Familia (suku) : Gramineae
Genus (marga) : Oryza
Species (jenis) : Oryza sativa
Identifikasi dan
Sistem Identifikasi
Indentifikasi
atau “pengenalan” merupakan kegiatan untuk menetapkan identitas (“jati diri”)
suatu tumbuhan, yang dalam hal ini tidak lain daripada “menentukan namanya yang
benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi”. Istilah identifikasi
sering juga digunakan istilah “determinasi”. Setiap orang yang akan
mengidentifikasi suatu tumbuhan selalu dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu :
1. tumbuhan yang akan
ia identifikasi itu belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, jadi belum ada
nama ilmiah-nya, juga belum ditentukan tumbuhan itu berturut-turut dimasukkan
dalam kategori yang mana.
2. tumbuhan yang akan
ia identifikasi itu sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, sudah ditentukan
nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi.
Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh dunia
ilmu pengetahuan harus tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku seperti dimuat dalam KITT. Nama takson baru itu selanjutnya harus
dipublikasikan melalui cara-cara yang diatur pula oleh KITT. Prosedur
identifikasi tumbuhan yang untuk pertama kali akan diperkenalkan oleh dan ke
dunia ilmiah itu memerlukan bekal yang lazimnya hanya dimiliki oleh mereka yang
berpendidikan ilmu hayat, khususnya taksonomi tumbuhan. Oleh karena itu
pekerjaan identifikasi yang pertama kali itu hanya dilakukan oleh ahli-ahli
yang bekerja dalam lembaga penelitian taksonomi tumbuhan (herbarium), jarang
sekali oleh pihak-pihak lain di luar mereka.
Untuk identifikasi tumbuhan yang tidak kita kenal tetapi telah dikenal oleh
dunia ilmu pengetahuan, dapat dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan
identitas tumbuhan tersebut kepada seseorang yang kita anggap ahli dan kita
perkirakan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
2. Mencocokkan dengan
spesimen herbarium yang telah diidentifikasikan.
3. Mencocokkan dengan
candra dan gambar-gambar yang ada dalam buku-buku flora atau monografi.
4. Menggunakan kunci
identifikasi dalam identifikasi tumbuhan.
5. Menggunakan Lembar
Identufikasi Jenis (“Species Identification Sheet”).
Tatanama Tumbuhan Nama
biasa dan nama ilmiah
Pada mulanya nama yang diberikan kapada tumbuhan itu
adalah dalam bahasa induk orang yang memberi nama. Dengan demikian satu jenis
tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai dengan bahasa orang yang
memberikannya. Misalnya pisang dalam bahasa Indonesia oleh orang Inggris atau
Belanda dinamakan banana, orang Jawa Tengah menyebutnya gedang, sedang orang
Jawa Barat oleh orang-orang Sunda pisang dinamakan cauk. Nama demikian itu,
yang berbeda-beda menurut bahasa yang memberikan nama tadi, dalam taksonomi
tumbuhan disebut nama biasa, nama daerah, atau nama lokal atau “common name”.
dengan semakin berkembangnya ilmu taksonomi tumbuhan kemudian dikenal yang
disebut “nama ilmiah” (“scientific name”).
Lahirnya nama ilmiah
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1.
Beranekaragamnya nama biasa, berarti tidak adanya kemungkinan nama biasa itu
diberlakukan secara umum untuk dunia internasional, mengingat adanya perbedaan
dalam setiap bahasa yang digunakan, sehingga tidak mungkin dimengerti oleh semua
bangsa.
2.
Beranekaragamnya nama dalam arti ada yang pendek, ada yang panjang, bahkan ada
yang panjang sekali, misalnya nama Sambucus, Sambucus nigra (sambucus hitam),
Sambucus fructu in umbello nigro (Sambucus dengan buah berwarna hitam yang
tersusun dalam rangkaian seperti payung), atau Sambucus caule ramoso floribus
umbellatus (Sambucus dengan batang berkayuyang bercabang-cabang dan bunga yang
tersusun sebagai payung). Nama-nama itu diberikan kepada tumbuhan tanpa adanya
indikasi nama-nama tadi dimaksud sebagai nama jenis, nama marga, atau nama kategori
takson yang lain lagi.
3.
Banyaknya sinonima (dua nama atau lebih) untuk satu macam tumbuhan, seperti
misalnya nama-nama dalam bahasa Jawa: tela pohong, tela kaspa, tela jendral,
menyok, untuk katela pohon,dan juga banyak homonima, seperti misalnya dalam
bahasa Indonesia lidah buaya yang digunakan untuk marga Aloe dan Opuntia.
4.
Sukarnya diterima oleh dunia internasional, bila salah satu bahasa
bangsa-bangsa yang sekarang masih dipakai sehari-hari dipilih sebagai bahasa
untuk nama-nama ilmiah.
Kaitan Taksonomi
dengan Cabang-Cabang Ilmu Lain
Berdasarkan bentuk kaitan antara cabang-cabang ilmu lain dengan taksonomi
tumbuhan, dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Ilmu atau
cabang-cabang ilmu yang merupakan syarat mutlak sebagai bekal untuk dapat
mendalami taksonomi tumbuhan. Ilmu atau cabang-cabang ilmu demikian itu disebut
prasyarat (prerequisite) yang harus dikuasai dulu oleh seseorang sebelum
memulai dengan mempelajari ilmu yang lain. Cabang-cabang ilmu yang dapat
dianggap merupakan prasyarat untuk mempelajari taksonomi tumbuhan yaitu
Tatanama Tumbuhan, Morfologi-Terminalogi, dan Bahasa Latin.
2. Ilmu atau
cabang-cabang ilmu yang oleh seseorang diperlukan agar ia dapat lebih memahami
berbagai aspek ilmu yang sedang dipelajari itu dengan lebih baik. Ilmu atau
cabang-cabang ilmu demikian itu lazim disebut sebagai penunjang, yang sama
halnya dengan ilmu yang merupakan prasyarat seyogyanya dikuasai lebih dulu
sebelum melangkah untuk mempelajari suatu bidang ilmu tertentu. Ilmu atau
cabang-cabang ilmu yang diperlukan sebagai penunjang untuk mendalami taksonomi
tumbuhan yaitu Filogeni (mempelajari sejarah evolusioner suatu takson yang
berupaya untuk menerangkan asal dan perkembangan takson) dan Evolusi, Ekologi
(Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungnya) dengan dan Fitogeografi (ilmu yang mempelajari hubungan keruangan
antara takson tumbuhan di muka bumi atau dikatakan juga ilmu yang mempelajari
tentang distribusi tumbuhan di muka bumi), dan Genetika.
3. Ilmu atau
cabang-cabang ilmu yang bila dimiliki oleh seseorang dalam mempelajari suatu
bidang ilmu tertentu akan dapat menambah atau lebih mendalam wawasannya, yaitu
Geologi, Ilmu Tanah, dan Iklim, Matematika, Statistika, dan Komputer.
Daftar Pustaka
Gembong
Tjitrosoepomo. 2005. Taksonomi Umum
(Dasar-dasar taksonomi tumbuhan). Cetakan ketiga.
Gadjah Mada University Press: Jogyakarta.
R.D. Vidyarthi and S.C. Tripathi. 2002. A Texbook of Botany. S. Chand & Company
Ltd. Ram Nagar, New
Delhi: India.
Supraptono
Djajadirana. 2000. Kamus Dasar Agronomi.
Cetakan pertama. PT. RajaGrafindo Persada:
Jakarta.