Jumat, 08 Mei 2015

Khasiat Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L) Sebagai Anti Fungi, Sebagai Insektisida Pengusir Lalat Rumah Dan Pengusir Nyamuk

Khasiat Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L) Sebagai Anti Fungi, Sebagai Insektisida Pengusir Lalat Rumah Dan Pengusir Nyamuk
Novia Nurkartika
Jurusan Biologi Falkutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang



Abstrak
sereh wangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak mengandung geraniol. Sereh wangi (Cymbopogon nardus L) dapat dijadikan insektisida alternatif yang aman bagi lingkungan yang berasal dari tanaman. Karena sereh wangi memproduksi volatilia Olea yang berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Salah satu aplikasinya adalah sebagai repellant serangga dalam bentuk produk lotion kulit. Dalam penelitian ini, lotion kulit yang diproduksi dengan bahan dasar minyak sereh dan geraniol sebagai komponen aktif. Minyak sereh dapat diisolasi dari daun sereh wangi menggunakan metode destilasi uap. Destilat minyak sereh diekstraksi dengan eter untuk memisahkannya dari air. Ekstrak daun serai wangi (Cymbopogon nardus L.) juga dapat digunakan sebagai anti fungi Candida albicans. Ekstrak diperoleh dengan metode maserasi. Peneliian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus L) sebagai repellent. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan ekstrak dapat mencegah tumbuhnya Candida albicans, dan menentukan konsentrasi efektif untuk mencegah tumbuhnya jamur Candida albicans.
Kata kunci : Sereh wangi ( Cymbopogon nardus L), anti fungi, insektisida.




PENDAHULUAN

Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon nardus L)

            Tanaman serai wangi termasuk golongan rumput-rumputan yang disebut Andropogon nardus atau Cymbopogon nardus. Genus ini meliputi hampir 80 species, tetapi hanya beberapa jenis yang menghasilkan minyak atsiri yang mempunyai arti ekonomi dalam dunia perdagangan .
Tanaman serai wangi mampu tumbuh sampai 1-1,5 m. Panjang daunnya mencapai 70-80cm dan lebarnya 2-5 cm, berwarna hijau muda, kasar dan memiliki aroma yang kuat (Wijayakusumah,2005). Serai wangi merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan di pekarangan dan sela-sela tumbuhan lain. Biasanya serai wangi ditanam sebagai tanaman bumbu atau tanaman obat. Seraiwangi di Indonesia ada 2 jenis yaitu Mahapengiri dan Lenabatu). Jenis mahapengiri mempunyai ciri-ciri daunnya lebih lebar dan pendek, disamping itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 30-45% dan geraniol 65- 90%. Jenis lenabatu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal 7-15% dan geraniol 55-65%.
Berikut merupakan penampakan serai wangidapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 sereh wangi ( Cymbopogon nardus L)

Di Indonesia ada beberapa sebutan untuk tanaman ini yaitu Sereh (Sunda), Sere (Jawa tengah, Madura, gayo dan Melayu), Sere mongthi (Aceh), Sangge-sangge (Batak), Serai (Betawi, Minangkabau), Sarae (Lampung), Sare (Makasar, Bugis), Serai (Ambon) dan Lauwariso (Seram).
Kedudukan taksonomi tanaman serai yaitu :
Kingdom                     : Plantae
Subkingdom                : Trachebionta
Divisi                           : Spermatophyta
Subdivisi                     : Angiospermae
Kelas                           : Monocotyledonae
Sub Kelas                    : Commelinidae
Ordo                            : Poales
Famili                          : Poaceae
Genus                          : Cymbopogon
Species                        : Cymbopogon nardus L


Kebutuhan minyak atsiri dunia semakin tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan industri modern seperti industri parfum, kosmetik, makanan, aroma terapi dan obat-obatan. Minyak atsiri saat ini sudah dikembangkan dan menjadi komoditas ekspor Indonesia yang meliputi minyak atsiri dari nilam, akar wangi, pala, cengkeh, serai wangi, kenanga, kayu putih, cendana, lada, dan kayu manis.

Manfaat Tanaman sereh (Cymbopogon nardus L)

 Tanaman sereh (Cymbopogon sp.) cukup dikenal oleh masyarakat, terutama sereh dapur yang sering digunakan para ibu sebagai bumbu masak. Tanaman sereh memiliki lebih dari satu spesies, salah satunya adalah sereh wangi yang termasuk tanaman
langka,
Serai wangi selama ini masih mendominasi dan lebih umum
diambil minyaknya dibanding golongan serai lainnya. masyarakat belum banya


mengenal dan belum dapat membedakan antara tanaman sereh wangi dengan
sereh dapur. Tanaman sereh wangi terdiri dari dua spesies, yaitu Cymbopogon
nardus L. atau dikenal dengan nama Lenabatu dan Cymbopogon nardus L atau dikenal dengan nama Mahapengiri (Eka fitriani,dkk,2013).
Insektisida alternatif yang aman bagi lingkungan berasal dari tumbuhan (Rofirma Manurung, dkk, 2015).
Sebenarnya untuk menghindari gigitan nyamuk dan membasmi nyamuk dapat digunakan bahan dari alam tanpa harus menggunakan insektisida yang dapat mempengaruhi kesehatan. Bahan yang berasal dari alam itu menghasilkan bahan anti nyamuk yaitu daun, akar, batang, biji, dan bunganya dapat dimanfaatkan dan diolah sebagai bahan pengusir nyamuk.
Diantara tanaman penghasil bahan anti nyamuk tersebut adalah tanaman Serai
Wangi), Serai Wangi (Cymbopogon nardus L) menghasilkan minyak atsiri yang dikenal sebagai Citronella Oil. Minyak citronella mengandung dua senyawa kimia penting yaitu Sitronelal dan Geraniol (Eduardo Cassel , 2006).
Senyawa Sitronelal dan Geraniol berfungsi sebagai pengusir nyamuk, tetapi belum diketahui pada konsentrasi berapa serai wangi efektif untuk menolak gigitan nyamuk.
Pemanfaatan minyak atsiri sereh wangi jga dapat digunakan sebagai mulsa pada tanaman lada. Senyawa citronelal  berperan sebagai bahan insektisida yang bekerja sebagai antifeedant dan repellent (pengusir dan penghambat serangga) ( M.M. Miró Specos , dkk, 2006).
limbah dari sereh wangi (Cymbopogon nardus L) Juga dapat menolak serangga Lophobaris piperis yang merupakan salah satu hama tanaman lada karena kandungan bahan aktif di dalam limbah tersebut (Sri Usmiati, dkk, 2015)  .
Ekstrak antifungi adalah ekstrak yang diperoleh dari tanaman yang akan
dijadikan sebagai antifungi yaitu tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus L.)
memiliki kandungan kimia yang terdiri dari saponin, tannin, flavonoid, polifenol,
alkaloid, dan minyak atsiri. Minyak atsiri serai wangi (Cymbopogon nardus L.)
terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol, metilheptenon,
dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol, dan limonene . Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans yaitu saponin, flavonoid dan tanin.
Proses pengambilan minyak serai wangi (Citronella oil) dari daun dan batang serai wangi dengan menggunakan metode distilasi uap (Yuni Eko Feriyanto ,dkk,2013)





GAMBARAN KHUSUS

Komponen kimia Tumbuhan Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L)



Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman seraiwangiantara lain mengandung 0,4% minyak atsiri dengan komponen yang terdiri dari sitral, sitronelol (66-85%), α-pinen, kamfen, sabinen, mirsen,β-felandren, psimen, limonen, cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol, terpinen-4-ol, α- terpineol, geraniol, farnesol, metil heptenon, n-desialdehida, dipenten, metil heptenon, bornilasetat, geranilformat, terpinil asetat, sitronelil asetat, geranil asetat, β-elemen, β-kariofilen, β-bergamoten, trans- metilisoeugenol, β- kadinen, elemol, kariofilen oksida Komposisi kimia minyak serai wangi dapat dilihat pada Tabel 1. 1
 Tabel 1 Susunan Kimia Minyak Serai Wangi
Senyawa Penyusun
Kadar (%)
Sitronellal
32-45
Geraniol
12-18
Sitronellol
12-15
Geraniol Asetat
3-8
Sitronellil Asetat
2-4
Limonene
2-5
Elenol dan Seskwiterpene lain
2-5
Elemen dan Cadinene
2-5

Senyawa utama minyak sereh dapat diketahui dari kromatogram KG-SM. Senyawasenyawa tersebut memiliki puncak yang paling tinggi dibandingkan dengan puncak senyawa penyusun minyak sereh yang lainnya. Ketiga senyawa tersebut memiliki waktu retensi yang berbeda. Senyawa aktif dari minyak sereh berupa sitronelal. Senyawa yang memiliki persentase area paling besar adalah geraniol. Senyawa utama ketiga adalah geranil asetat (Rahmania Tulus Setya Pratiwi, dkk, 2013).
Analisi s komponen penyusun minyak sereh tersebut dilakukan dengan cara menginjeksikan 0,1 µL menggunakan syringe pada instrumen KG-SM. Sedangkan analisis komponen penyusun minyak sereh setelah penyimpanan dilakukan dengan cara menginjeksikan 0,2 µL menggunakan syringe pada instrumen KG.
Peningkatan kadar geraniol dalam minyak sereh wangi dapat dilakukan dengan menggunakan metode distilasi vakum. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan geraniol yang mempunyai titik didih C pada 760 mmHg.( Widi Astuti, 2014).

Kegunaan Tanama sereh (Cymbopogon nardus L)

Manfaat serai diantaranya adalah:
1.    Antibakteri dan mikroba, serai dapat mengobati luka atau peradangan seperti pada
lambung, kandung kemih dan usus
2. Diuretik, dapat membantu Anda memelihara kesehatan ginjal
3. Antioksidan, serai dapat membantu Anda mencegah kanker
 4. Antipiretik, Anda dapat menggunakannya untuk meredakan demam/panas
5. Sitronela menjadikan serai bersifat repelen yang mampu mengusir nyamuk
 6. Relaksasi, Anda dapat memanfaatkan aromanya untuk ini
7. Dan sederetan lain manfaat serai seperti meredakan flu dan batuk, tifus, kejang, rematik,
    keracunan makanan dan membantu Anda mengatasi bau badan.
Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans yaitu saponin, flavonoid dan tanin. Saponin dapat mengakibatkan sel mikroba lisis yaitu dengan mengganggu stabilitas membran selnya (Eka fitriani,dkk,2013).
Berdasarkan hasil penelitian dari 5 konsentrasi perlakuan dan 5 kali pengulangan. Ekstrak daun sereh wangi (Cymbopeogon nardus L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans yang ditumbuhkan pada media Malt Extract Agar (MEA) didapat perbedaan
diameter zona hambat pada setiap konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100% dan
Metronidazol sebagai kontrol positif.
Berdasarkan uji lanjut Duncan bahwa perlakuan konsentrasi 75% ekstrak daun sereh wangi berbeda dari perlakuan dengan perlakuan 25% dan 50%, namun sama dengan daya hambat perlakuan konsentrasi 100% dan Metronidazol. Hal ini bahwa konsentrasi 75% menyamai daya hambat Metronidazol dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Hasil ini pula dapat dikaitkan bahwa perlakuan konsentrasi 75% adalah perlakuan efektif didalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans yaitu saponin, flavonoid dan tanin. saponin bersifat sebagai surfaktan yang berbentuk polar akan menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel Candida albicans, sehingga menyebabkan gangguan permeabilitas membran yang berakibat pemasukan bahan atau zat-zat yang diperlukan dapat terganggu akhirnya sel membengkak dan pecah.
Flavonoid bekerja dengan cara denaturasi protein, mengganggu lapisan lipid dan


Mengakibatkan kerusakan dinding sel.hal tersebut dapat terjadi karena flavonoid


flavonoid bersifat lipofilik sehingga akan mengikat fosfolipid, fosfolipid pada membran sel jamur dan mengganggu permeabilitas membran sel.
Tanin merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai antifungi.
Mekanisme antifungi yang dimiliki tanin adalah karena kemampuannya menghambat sintesis khitin yang digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur dan merusak membran
sel sehingga pertumbuhan jamur terhambat.
Konsentrasi 75% merupakan konsentrasi yang optimal dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, zona hambat yang terbentuk juga lebih besar hal ini dikarenakan ekstrak daun sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) dapat masuk kedalam medium agar dengan cara berdifusi, dimana konsentrasi ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pada medium agar sehingga ekstrak akan menembus dinding sel jamur dan merusak sporangium jamur Candida albicans sehingga pertumbuhan jamur akan ikut terhambat (Eka fitriani,dkk,2013).
Perasan serai wangi yang efektif sebagai repellent terhadap nyamuk Ae.aegypti.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Percobaan dilakukan dengan tiga kali pengulangan dengan konsentrasi air perasan serai wangi 1%, 2%, 3%, dan 4%, dan lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium.
Penelitian pengaruh daya tolak perasan serai wangi terhadap nyamuk Ae.aegypti dilakukan terhadap 240 nyamuk dewasa. Konsentrasi yang digunakan 1%, 2%, 3%, dan 4% dengan masing-masing konsentrasi pakai kontrol. Tiap-tiap konsentrasi perlakuan memiliki sampel sebanyak 10 ekor nyamuk dan untuk setiap kontrol perlakuan sampel sebanyak 10 ekor nyamuk yang berada dalam kotak pengamatan. Tiap perlakuan dilakukan pengamatan selama 5 menit dan istirahat 25 menit dengan 3 kali pengulangan.
Hasil perhitungan daya tolak nyamuk Ae.aegypti terhadap air perasan Serai wangi pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% dan kontrol dengan pengamatan 5 menit adalah sebagai berikut:





Tabel 2. Hasil Perhitungan Daya Tolak Nyamuk Ae.aegypti Terhadap Air Perasan Serai Wangi

Kelinci
konsentrasi
Jumlah nyamuk menggigit pada kontrol
Jumlah nyamuk menggigit pada perlakuan
Daya proteksi
1
1%
8
2
75%
2
2%
9
2
78%
3
3%
8
0
100%
4
4%
8
0
100%

Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang pengaruh daya tolak serai wangi
(Cymbopogon nardus) terhadap gigitan nyamuk Ae.aegypti adalah konsentrasi yang efektif yang digunakan sebagai repellent adalah minimal konsentrasi 3%. Semakin tinggi konsentrasi perasan serai wangi (Cymbopogon nardus) maka semakin baik digunakan sebagai repellent ( Rofirma Manurung, dkk, 2015).
Untuk membuat anti nyamuk, sereh wangi dapat dijadikan bentuk lotion. Minyak sereh wangi yang diaplikasikan dalam skin lotion penolak nyamuk memiliki berat jenis sebesar 0,8352 pada suhu pengukuran 25ºC. Nilai tersebut lebih rendah dari nilai standar minyak sereh wangi yang ditetapkan yaitu 0,850-0,892.
Penentuan indeks bias menggunakan refraktometer dengan berprinsip kepada penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan berbeda. nilai indeks bias suatu senyawa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti proses oksidasi dan suhu. Nilai indeks bias pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan nilai indeks bias lebih rendah.
Kadar sitronelal minyak sereh wangi yang digunakan yaitu 5,8% dan kadar geraniol 2,4%. Kedua nilai tersebut lebih rendah dari nilai standar yang ditentukan yaitu 35,0% untuk sitronella dan 16,0% untuk geraniol. Rendahnya nilai kedua komponen utama tersebut menunjukkan bahwa minyak tersebut bukan minyak sereh wangi murni. minyak atsiri yang mengalami penurunan kandungan utamanya menunjukkan bahwa minyak tersebut telah dipalsukan yang biasa dilakukan dengan menambahkan mineral, atau minyak sejenis yang bermutu rendah. Senyawa asing lain yang biasa ditambahkan dalam minyak atsiri yaitu alkohol, kerosin, heksan, dan petroleum eter.
Berdasarkan analisa khromatografi gas, senyawa asing yang seharusnya muncul sekitar 1,0% tetapi pada minyak sereh wangi yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 66,1%. Pada geraniol, komposisi geraniol yang digunakan sebesar 18,2%. Nilai tersebut lebih tinggi dari kandungan geraniol minyak sereh wangi standar yaitu sekitar 15,0%-16%. Kandungan sitronella pada geraniol (6,8%), lebih tinggi dari kandungan geraniol pada minyak sereh wangi (5,8%) yang digunakan dalam pembuatan skin lotion penolak nyamuk.
Untuk insektisida pengusir lalat digunakan tepung limbah penyulingan
minyak sereh wangi dan nilam (bahan aktif), yang di kemas dalam bentuk dupa
. Ditinjau dari segi kandungan bahan aktif dalam dupa, tampak bahwa formula dupa yang berbahan aktif limbah penyulingan minyak sereh wangi yang dikombinasikan dengan limbah penyulingan minyak nilam dengan perbandingan 4:4 dan 5:3 memiliki efektifitas lebih baik


dibandingkan dupa dengan bahan aktif tunggal sereh wangi (F1) dan dupa kombinasi serai wangi dan nilam dengan perbandingan 3:5 (F2). Hal ini disebabkan adanya kerja sinergis antar minyak-minyak atsiri dalam formula insektisida, dimana penambahan bahan aktif dari limbah penyulingan minyak nilam membuat aktivitas insektisida dapat meningkat 2-4 kali lipat.  Banyaknya sinergis yang digunakan selain tergantung jenis, juga dipengaruhi oleh konsentrasi bahan aktif dalam formula.
Pemanfaatan limbah padat penyulingan minyak sereh wangi sebagai bahan aktif yang dikombinasikan dengan limbah penyulingan minyak nilam dalam pembuatan dupa (penolak serangga) mempengaruhi lama bakar, kadar air dan bobot, tetapi tidak berpengaruh terhadap tingkat kekerasan dari dupa. Dupa F1 dengan panjang 14 cm mempunyai lama bakar 81,89 menit, kadar air 8,89% dan bobot 2,67 gram.
Formula dupa F3 dan F4 yang mengandung kombinasi bahan aktif limbah penyulingan minyak sereh wangi dengan limbah penyulingan minyak nilam berdasarkan perbandingan 4:4 dan 5:3 lebih efektif mengusir serangga lalat rumah (Musca domestica) dengan persentase daya tolak masingmasing 100% pada pembakaran 2 dan 3 jam, ditandai oleh menjauhnya lalat dari dupa dan menempel statis (diam) di dinding Glass chamber, namun demikian lalat tidak jatuh atau mati (Sri Usmiati, 2015).

















DAFTAR PUSTAKA



Astuti ,Widi., dan Nur Nalindra Putra. 2014. Peningkatan Kadar Geraniol Dalam
       Minyak Sereh Wangi Dan Aplikasinya Sebagai Bio Additive Gasoline
. jurnal bahan
       alam terbarukan. Vol 3, Edisi 1.
Cassel ,Eduardo., dan Rubem M. F. Vargas. 2006. Experiments and Modeling of the
        Cymbopogon winterianus Essential Oil Extraction by Steam Distillation. Jurnal
        Operações Unitárias, Engineering Faculty. 50(3), 126-129
Feriyanto ,Yuni Eko .,dkk. 2013. Pengambilan Minyak Atsiri dari Daun dan Batang Serai
         Wangi (Cymbopogon winterianus) Menggunakan Metode Distilasi Uap dan Air dengan
        Pemanasan Microwave. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 2, No. 1.
Fitriani ,Eka., dkk. 2013. tudi Efektivitas Ekstrak Daun Sereh Wangi (Cymbopogon nardus
         L.) Sebagai Anti Fungi Candida albicans. jurnal Biocelebes. Vol. 7 No. 2.
Manurung ,Rofirma., dkk.2015. Pengaruh Daya Tolak Perasan Serai Wangi (Cymbopogon
         nardus) Terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan Lingkungan
         Universitas Sumatra Utara.
Setyaningsih, Dwi., dkk. 2013. Aplikasi Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil) Dan Geraniol
             Dalam Pembuatan Skin Lotion Penolak Nyamuk. Jurnal Teknik Industri Pertanian
           IPB. Vol. 17(3),97-10.
Specos ,M.M. Miró., dkk. 2010. Microencapsulated citronella oil for mosquito repellent
          finishing of cotton textiles. Jurnal Transactions of the Royal Society of Tropical
          Medicine and Hygiene. 104 (2010) 653–658
Usmiati, Sri., Dkk. 2015. Imbah Penyulingan Sereh Wangi Dan Nilam
         Sebagai Insektisida Pengusir Lalat Rumah (Musca domestica). Jurnal teknik industri

       pertanian IPB. Vol. 15(1), 10-16.

SEJARAH PERKEMBANGAN TAKSONOMI TUMBUHAN

SEJARAH PERKEMBANGAN TAKSONOMI TUMBUHAN

 Sejarah Perkembangan Taksonomi Tumbuhan

Perbedaan dasar yang digunakan dalam klasifikasi tumbuhan akan memberikan hasil klasifikasi yang berbeda – beda sehingga terbentuklah sistem klasifikasi yang berlainan. Berdasarkan tingkat peradababnnya, manusia yang pertama-tama melakukan kegiatan di bidang taksonomi tumbuhan khususnya klasifikasi pasti memilah-milah dan mengelompokkan tumbuhan berdasarkan atas kesaman ciri-ciri yang berkaitan langsung dengan kehidupan manusia. Misalnya dihasilkan kelompok tumbuhan penghasil bahan pangan, penghasil bahan sandang, penghasil bahan obat dan lain-lain. Selain itu jug a dapat berdasarkan ciri-ciri yang mudah dilihat dengan mata telanjang seperti perawakan tumbuhan. Berdasarkan perawakan tumbuhan (habitus), tumbuhan dikelompokkan menjadi empat yaitu, pohon (arbor), yang tumbuh tinggi dan besar serta berumur panjang, perdu, semak, dan terna (herba).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan peradaban ciri-ciri tumbuhan yang pada mulanya tidak dapat diamati dapat dipertimbangkan untuk dijadikan dasar dalam pengklasifikasian. Karena teknologi yang lebih maju telah dapat mengamati bagian tersebut misalnya ciri-ciri anatomi, kandungan zat-zat kimia dan lain-lain.
Dalam dunia taksonomi tumbuhan dikenal berbagai sistem klasifikasi yang masing-masing diberi nama berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau dasar yang digunakan dalam pengklasifikasian. Sistem klasifikasi yang bertujuan pada penyederhanan objek studi dalam bentuk suatu ikhtisar lengkap seluruh tumbuhan disebut sistem buatan atau sistem artifisial. Dengan keterlibatan ilmu-ilmu lain dalam taksonomi tumbuhan muncul sistem klasifikasi lain yang tidak hanya bertujuan menyederhanakan objek sistem klasifikasinya disebut sistem alam.
Setelah lahirnya teori evolusi muncul sistem filogenentik yang mencita-citakan tercerminnya jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara golongan tumbuhan yang satu dengan golongan tumbuhan yang lain serta urutannya dalam sejarah perkembangan filogenetik tumbuhan.
Kemajuan dalam ilmu kimia dapat mengungkap zat-zat apa saja yang ada dalam tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan timbulnya saran agar pengklasifikasian tumbuhan juga didasarkan pada kesamaan atau kekerabatan zat-zat kimia yang terkandung di dalamnya. Sehingga terbentuk suatu aliran atau cabang dalam taksonom tumbuhan yang disebut kemotaksonomi.
Keberdaan teknologi canggih, salah satunya komputer maka berkembang suatu aliran yang dikenal sebagai taksimetri atau taksonometri yang berusaha untuk menentukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antara dua takson tumbuhan melalui sistem pemberian nilai untuk kemiringan yang terdapat pada organ yang sama pada dua kelompok tumbuhan yang berbeda dan kemudian dengan penerapan analisis kelompok (CLUSTER analisis) dibentuk kelompok-klompok untuk menggambarkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan diantara anggota kelompok




Sistem Klasifikasi dan Tokoh- tokoh Pencetusnya
Dalam garis besarnya, perkembangan sistem klasifikasi dari masa ke masa adalah sebagai berikut:
1.      Periode tertua
Dalam periode ini secara formal belum dikenal adanya system klasifikasi yang diakui (sejak ada kegiatan dalam taksonomi sampai kira-kira abad ke-4 sebelum masehi). Sejak awal kehidupan manusia bergantung pada bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan, manusia sejak dahulu telah melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam lingkup taksonomi, seperti mengenali dan memilah-milah tumbuhan mana yang berguna baginya dan yang mana yang tidak, termasuk pemberian nama, sehingga apa yang ditemukan dapat dikomunikasikan kapada pihak lain. Dalam zaman prasejarah orang telah mengenal tumbuh-tumbuhan penghasil bahan pangan yang penting seperti yang kita kenal sampai saat ini. Jenis-jenis tumbuhan ini diperkirakan telah diperkenal sejak 7 sampai 10 ribu tahun yang telah lalu, telah dibudidayakan oleh bangsa Mesir, China, Asiria dan Tigris Di Timur Tengah serta bangsa-bangsa Indian di Amerika Utara dan Selatan, sejak beberapa ribu tahun yang lalu telah dikenal berbagai jenis tumbuhan yang merupakan penghasil bahan pangan, sandang, dan bahan obat yang berarti bahwa sebenarnya merekapun telah menerapkan suatu sistem klasifikasi, dalam hal ini suatu system klasifikasi yang didasarkan atas manfaat tumbuhan, sehingga tidak dapat dianggap sebagai system buatan yang tertua. Jelaslah bahwa sejak berpuluh – puluh abad yang lalu orang telah terjun dalam kegiatan – kegiatan taksonomi tumbuhan, walaupun pengetahuan yang telah mereka kumpulkan belum begitu berarti, juga belum ditata, belum menunjukan hubungan sebab dan akibat, sehingga belum dapat disebut sebagai “ilmu pangetahuan”(science) menurut ukuran sekarang.
Sekalipun tidak ada bukti-bukti konkrit yang berewujud peninggalan-peninggalan yang berupa dokumen-dokumen atau bentuk karya tulis lainnya, tidak perlu diragukan lagi bahwa sesuai dengan pernyataan Bloembergen-permulaan taksonomi tumbuhan harus digali dari kedalaman sejarah peradaban manusia di bumi ini.

2.       Periode system Habitus, kira-kira pada abad ke-4 sebelum masehi sampai abad ke-17
Taksonomi tumbuhan sebagai ilmu pengetahuanh baru di anggap pada abad ke-4 sebelum Masehi oleh orang-orang Yunani yang dipelopori oleh Theophrastes ( 370-285 SM) murid seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles. Aristoteles sendiri adalah murid filsuf Yunani yang semashur yaitu plato. Sistem klasifikasi yang diusulkan bangsa Yunani dengan Theophrastes sebagai pelopornya juga diikuti oleh kaum herbalis serta ahli-ahli botani dan nama itu terus dipakai sampai selama lebih 10 abad. Pengklasifikaan tumbuhan terutama didasarkan atas perawakan (habitus) yang golongan-golongan utamanya disebut dengan nama pohon, perdu, semak, tumbuhan memanjat, dan terna. System klasifikasi ini bersifat dominan dari kira-kira abad ke-4 sebelum masehi sampai melewati abad pertengahan, dan selama periode-periode ini ahli-ahli botani, herbalis, dan filsuf telah menciptakan sIstem-sistem klasifikasi yang pada umumnya masih bersifat kasar, namun sering dinyatakan telah mencerminkan adanya hubungan kekerabatan antara golongan yang terbentuk.
Theophrastes sendiri yang dianggap sebagai bapaknya ilmu tumbuhan, dalam karyanya yang berjudul Historia Plantarum telah memperkenalkandan memberikan deskripsinya untuk sekitar 480 jenis tumbuhan. Dalam karya ini system klasifikasi yang diterapkan oleh Theoprastes telah mencerminkan falsafah guru dan eyang gurunya ( Aristoteles dan Plato), yaitu suatu suatu system klasifikasi tumbuhan berdasarkan bentuk dan tekstur. Selain golongan-golongan pohon, perdu, semak seperti yang disebut di atas, ia juga mengadakan pengelompokan menurut umur dan membedakan tumbuhan berumur pendek (annual), tumbuhan berumur 2 tahun (biennial), serta tumbuhan berumur panjang (perennial). Theophrastes juga telah dapat membedakan bunga majemuk yang berbatas (centrifugal) dan yang tidak berbatas (centripetal), juga telah dapat membedakan bunga dengan daun mahkota yang bebas (polipetal atau dialipetal) dan yang berlekatan (gamopetal atau simpetal) bahkan ia telah dapat mengenali perbedaan letak bakal daun yang tenggelam dan yang menumpang. Adapun yang telah dilakukan oleh theoprastes hasil klasifikasi tumbuhan yang telah diciptakan masih dianggap nyata-nyata merupakan suatu sistem artifisial.
Selama periode system habitus yang cukup panjang ini dapat dikemukakan tokoh-tokoh lain yang memainkan peran yang cukup penting dan dianggap telah memberikan saham yang cukup besar dalam perkembangan taksonomi tumbuhan antara lain:
a. DISCORIDES (50-?)
Tokoh ini adalah seorang berkebangsaan Romawi dan hidup dalam zaman pemerintahan Kaisar Nero dalam abad pertama sebelum masehi. Discorides yang rupa-rupanya tidak mengenal karya Theoprastes menyatakan pentingnya pemberian Chandra atau deskripsi orang akan dapat menggambarkan tumbuhan yang dimaksud dan menggunakannya untuk pengenalan tumbuhan. System klasifikasi ini diciptakan Dioscorides didasarkan atas manfaat dan sifat-sifat morfologi tumbuhan.
b. PLINIUS (23-79)
Hanya menghasilkan karya-karya yang merupakan kompilasi saja dari karya-karya yang telah terbit sebelumnya dan ditambahkan dengan bahan-bahan dari dongeng, takhayul, dan kepercayaan-kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan ke kalangan rakyat. Ia berpendapat bahwa semua tumbuhan di bumi ini diciptakan tuhan untuk kepentingan manusia. System klasifikasi yang diikuti Plinius adalah sistemnya Dioscorides yang telah membedakan pohon-pohonan, sayuran, tanaman obat-obatan, dan seterusnya.

Menjelang abad ke-16, bangkit lagi perhatian terhadap ilmu tumbuhan yang akan membawa perkembangan taksonomi kearah yang lain. Gambar-gambar tumbuhan yang dibuat semakin bermutu, lebih lengkap namun masih bercampur dengan data-data mengenai penggunaannya.
Dari sederetan nama-nama tokoh terkemuka dalam bidang taksonomi tumbuhan dari masa itu dapat kita sebut antara lain :
c. O. BRUNFELS (1464-1534)
Yang tergolong dalam kaum herbalis, telah menghasilkan karya tentang terna yang dihiasi gambar, yang sebagian besar merupakan bahan-bahan kompilasi dari karya-karya Theoprastes , Dioscorides, dan Plinius. Sayang , buku itu memuat banyak konsep-konsep yang keliru serta kekisruhan akibat dimasukkannya berbagai informasi yang bersumber dari cerita rakyat dan takhayul (Gugon Tuhon). Kaum herbalis terutama dianggap berjasa karena karya-karyanya yang dapat dikualifikasikan sebagai Taksonomi Deskriptif. Dalam golongan mereka ini nama-nama yang patut diketengahkan adalah:
d. J. BOCK (1489-1554) (HIERONYMUS TRAGUS)
Adalah seorang herbalis yang pernah menjadi guru, pendeta dan kemudian dokter yang mempunyai hobi ilmu tumbuhan. Ia masih menggolongkan tumbuhan menjadi terna, semak dan pohon, tetapi ia mengaku telah berupaya untuk menempatkan tumbuhan yang menurut anggotanya sekerabat dalam katagori yang sama.
e. L. FUCHS (1501-1566)
Kelahiran Bavaria (Jerman Barat), adalah seorang guru besar dalam ilmu kedokteran di Tubingen Jerman Barat. Dia terkenal dengan karya-karyanya dalam bidang ilmu tumbuhan yang benar pada masaanya.
f. R. DODONEUS (1516-1518)
Seorang dokter kelahiran Mechelen, Belgia. Dia pernah menjelajahi Prancis, Jerman dan Italia serta menjadi dokter di kota kelahirannya. Dia adalah penulis Het Cruyde Boek yang pada masanya sangat mashur.
g. M. de L’OBEL(1545-1612)
Berkebangsaan Inggris dan pernah mengadakan mengadakan perjalanan di Denmark dan Rusia. Dia memiliki sebuah kebun botani di London dan penulis sebuah karya besar tentang ilmu tumbuhan. Dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya dengan karya-karyanya yang tidak kalah menariknya tentang Taksonomi Deskriptif.

3.       Periode sistem numerik
Periode ini terjadi pada permulaan abad ke 18, yang ditandai dengan sifat sistem yang murni artifisial, yang sengaja dibuat sebagai sarana pembantu dalam identifikas tumbuhan. Sistem ini tidak menggunakan bentuk dan tekstur tumbuhan sebagai dasar utama pengklasifikasian. Tetapi pengambilan kesimpulan mengenai kekerabatan antara tumbuhan.
Dalam periode ini tokoh yang paling menonjol adalah Karl Linne (Carolus Linneaus)Dibawah bimbingan Dr. Rudbeck ia menerbitkan karyanya yang pertama kali mengenai seksualitas tumbuhan. Setelah menjadi dosen ia menerbitkan karyanya yang berjudul Hortus Uplandikus yang memuat nama-nama semua tumbuhan yang terdapat dikebunraya di Upsala, yang susunannya mengikuti sistem de Tournefort. karena jumlah tumbuhan dikebun raya tadi makin besr jumlahnya maka linneaus menerbitkaan Hortus Uplandikus edisi baru yang disusun menurut ciptaannya sendiri yang dikenal sebagai Sistema Sexsuale atau sistem seksual. Doktor Gronovius seorang dokter dan naturalis, begitu oleh Linneaus, dan Lawson menawarkan kepada Linneaus untuk membiayai penerbitan naskahnya yaitu Sistema Naturae yang memuat dasar-dasar pengklasifikasian tumbuhan hewan dan mineral. Selama tahun 1737 sewaktu dinegeri Belanda karya Linneaus yang diterbitkan berjudul Genera Plantarum dan Flora Lavonica sambil menunggu pencetakan naskah-naskah itu Linneaus diberi kesempatan oleh Clifford untuk berkunjung ke Inggris, dan sekembalinya dari Inggris selama sembilan bulan ia menyiapkan naskah Hortus Cliffortianus yang berisi jenis-jenis tumbuhan yang dipelihara dalam kebunnya Clifford selama tiga tahun di Belanda dari tahun 1737 sampai 1739 merupakan masa yang paling produktif bagi Linneaus. Kurang lebih ada 14 judul tulisannya terbit waktu itu, yang sebagian besar telah dipersiapkan ketika ia masih di Swedia.
Setelah kembali lagi ke Swedia tidak lagi terbit karyanya yang berarti dari linneaus selain spesies plantarum yang terbit 1 mei 1753. Pada tahun 1775 ia mengundurkan diri sebagai guru besar dan tiga tahun kemudian meninggal dunia setelah menderita sakit selama kurang lebih 2 tahun (10 januari 1778).
Sistem klasifikasi tumbuhan yang diciptakan oleh Linnaeus masih dikategorikan sebagai sistem artivisial. Nama Sistema Sexsuale untuk sistem yang diciptakan sebenarnya tidak begitu tepat karena pada dasarnya sistem ini tidak ditekankan pada masalah jenis kelamin, tetapi pada kesamaan jumlah alat-alat kelamin seperti jumlah benangsari. Nama-nama golongan tumbuhan yang diciptakan oleh linnaeus seperti monandria (berbenang sari tunggal), diandria (berbenangsari dua), triandria berbenangsari tiga dan seterusnya. Itulah sebabnya sistem klasifikasi tumbuhan ciptaan Linnaeus dikenal pula sebagai sistem numerik.
Ciptaan Linnaeus ini meupakan sistem yang dinilai revolusioner untuk masa itu, dan memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada sumbangan linnaeus yang lain,dan sistem ini sengaja dirancang sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi tumbuhan dan ia juga dianggap sebagai pencipta sistem tatanama ganda yang ia terapkan dalam bukunya Species plantarum yang diterbitkan pada tanggal 1 mei 1753 yang menjadi pangkal tolak berlakunya tatanama tumbuhan yang diakui.
Sesungguhnya linnaeus dianggap tidak tepat bila ia sebagai pencipta tatanama ganda. Sebelum linnaeus, sistem tatanama ganda telah dirintis oleh caspar bauhin, yang dalam tahun 1623 dalam bukunya pinax theatri botanici telah menerapkan sistem tatanama ganda pada tumbuhan. Karena besar jasa-jasa yang diberikan oleh linnaeus bagi perkembangan taksonomi umumnya dan taksonomi tumbuha n khususnya bagi dunia ilmu hayat linnaeus mendapatkan gelar sebagai “ bapak taksonomi” baik hewan maupun tumbuhan dan juga mendapat pengakuan dari negara yang diberikan oleh raja swedia yang mengangkat linnaeus ke jenjang bangsawan, sehingga nama karl linne diubah menjadi karl von linne. Linneaus juga berperan penting dalam taksonomi tumbuhan yang membangkitkan minat dan semangat siswa yang kemudian beberapa diantaranya menjadi tokoh seperti gurunya.
a. Peter Kalm ( 1716 – 1779)
Yaitu salah seorang murid linnaeus yang berkebangsaan swedia yaitu sebagai kolektor dan penjelajah dengan ekspedisinya ke finlandia dan rusia.
b. F. Hasselquist ( 1722 – 1752 )
Yaitu salah satu murid favrite linnaeus yang selama 2 tahun mengadakan koleksi di timur tengah. Ia mengkoleksi tumbuhan asli dari Palestina, Arab, Mesir, Suriah dan Smyrna.
c. P Forskal ( 1731 – 1760 )
Yaitu salah satu murid Linnaeus dari Finlandia yang pernah terpaksa berpakaian sebagai petani untuk menghindari penganiayaan orang-orang badui ketika mengadakan ekspedisi dari Denmark, dari koleksi Forskal inilah Linnaeus dapat mengetahui flora Mesir, terutama yag ada disekiatar Kairo.
d. C.P. Thunberg ( 1743- 1828)
Yaitu murid Linnaeus yang telah menulis dua buku flora dari sejumlah besar karya – karya ilmiah lainnya. Ia pernah mengadakan koleksi didaerah tanjung harapan di Afrika Selatan dan menemukan sekitar 300 jenis tumbuahan yang baru untuk ilmu pengetahuan.
e. J.A Murray ( 1740- 1791)
Yaitu salah seorang murid Linnaeus yang sangat pandai, yang kemudian menjadi guru besar di Universitas Goningen, Jerman barat, penerbit karya Linnaeus system vegetabilum edisi ke 13,14,dan 15. Ia juga menulis berbagai publikasi dalam bidang tumbuhan.
f. J. Roemer ( 1763- 1819)
Yaitu seorang guru besar di Zurich,Swis, yang bersama schules menerbitkan karya linnaeus systema vegetbilum edisi 16.
g. CL.WILDENOW ( 1765- 1812)
Adalah guru besar dalam ilmu hayat di Universitas Berlin dan direktur kebun raya Berlin, yang bertindak pula sebagai penyunting (editor) species plantarum edisi ke-IV yang ditulis kembali dan diperluas.
h. J.Schultes (1773- 1831)
Yaitu guru besar di Wina dan di universitas lain, penulis flora austria dan bersama-sama roemer menerbitkan karya Linnaeus systema vegetabilum edisi 16.
Setelah meninggalnya linnaeus pada tahun 1783, koleksi tersebut dibeli oleh J.E.Smith (1758-1828) yang akhirnya dijual tiga kali lipat kepada himpunan Linnaeus d London (linnean society of London) yang memiliki seluruh koleksi Linneaus dan menyimpannya hingga sekarang.

4.       Periode sistem klasifikasi yang didasarkan atas kesamman bentuk atau sistem alam,dari kira-kira akhir abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-19
Menjelang berakhirnya abad ke-18 terjadi perubahan-perubahan yang revolusioner dalam pengklasifikasiaan tumbuhan. Sistem klasifikasi yang baru ini disebut “sistem alam” yaitu golongan yang terbentuk merupakan unit-unit ynag wajar (natural) bila terdiri dari anggota-anggota itu,dan dengan demikian dapat tercermin pengertian manusia mengenai yang disebut yang dikehendaki oleh alam. Secara harfiah istilah “sistem alam” untuk aliran baru dalam klasifikasi ini tidak begitu tepat karena pada hakekatnya semua sistem klasifikasi adalah sistem buatan. Untuk sitem klasifikasi yang digunakan dalam periode ini, digunakan nama “sistem alam” (natural system) dengan maksud untuk memenuhi keinginan manusia akan adanya penataan yang tepat yang lebih baik dari sistem-sistem sebelumnya.
Dalam periode ini tokoh-tokoh yang dikemukakan dalam periode ini adalah
a. M.Adanson ( 1727- 1806)
Yaitu seorang ahli tumbuhan berkebangsaan Perancis dan seorang anggota akademi ilmu pengetahuan di Universitasa Sorbonne,Paris. Yaitu ia menolak semua sistem artifisial, menggantikan dengan sistem alam, ia termasuk orang yang pertama-tama mengadakan eksplorasi tumbuhandidaerah tropika yang dalam bukunya families des plantes ia telah membedakan dan mendeskripsi unit –unit pada waktu sekarang setar dengan yang kita kenal sebgai bangsa (ordo) dan suku ( familia).
b. G.C. Oeders (1728- 1791)
Seorang ahi tumbuhan berkebangsaan denmark yang antara lain telah menulis flora Sleeswijk Holstein dan Denmark.
c. J.R. de Lamarck (1744-1829)
Seorang ahli ilmu hayat berkebangsaan Perancis,yang bagi para ahli taksonomi tumbuhan dikenal sebagai penulis flora francoise yang ditulis berupa kunci untuk pengidentifiasian tumbuh-tumbuhan diperncis, dan Lamarck juga dikenal sebgai penulis fhilosophie zoologique dan echele animale dan dianggap sebagai slaha seorang perintis lahirnya teori evolusi. Teorinya dikenal dengan nama “lamarckisme”, yang menyatakan perubahan lingkungan yang dapat mengubah struktur organisme, menimbulkan yang herediter sering menjadi bahan ejekan dikalangan ahli ilmu hayat.
d. De Jussieu bersaudara Antoine de jussie ( 1686- 1758)
Benard de jussie (1699-1776), joseph de jussieu (1704-1779). Tiga saudara de jussie yang merupakan putera-puteri seorang apoteker di Lyon. Perancis. Yang ketiga-tiganya kemudian menjadi ahli taksonomi tumbuhan yang bernama Antoine dan Benard adalah murid Pierre Magnol (1638-1715) yang menjadi guru besar dan direktur kebun raya di mompellier. Perancis. Benard menyusun kembali klasifikasi menurut sistem ciptaannya sendiri,tetapi banyak kemiripannya dengan sistem linnaeus yang ditetapkan dalam karyanya yang berjudul fragmenta methodi naturalis dan sistem ray dalam bukunyamethodue plantarum benard membagi tumbuhan bangsa dalam tumbuhan biji tunggal dan tumbuhan biji belah, dan diadakan pembagian lebih lanjut mengenai kedudukan bakal buah, ada atau tidaknya mahkota bunga,dan ada tidaknya pelekatan daun-daun mahkota bunga.
e. Joseph (1709-1779)
Yang termuda dari ketiga De jussieu bersaudara ini tinggal bertahun-tahun di Amerika Selatan untuk studi dan pembuatan koleksi.
f. All de Jussieu (1748-1836)
Telah mempublikasikan karyanya yang pertama yang memuat suatu sistem klasifikasi tumbuhan yang baru. Saran klasifikasi tumbuhan dari De jussie adalah sebagai berikut:
i. Acotyledoneae terdiri atas satu kelas dengan 6 suku fungi, algae, hepaticae, musci, filices, njades.
ii. Monocotyledoneae terdiri atas 3 kelas dengan 16 suku .
iii. Dicotyledoeae yang terbagi dalam
§   · Monoclinae yang dibag lagi dalam 3 golongan
a. apetalae terdiri atas 3 kelas dengan 11 suku
b. monopetalae terdiri atas 4 kelas dengan 25 suku
c. polypetalae terdiri atas 3 kelas dengan 57 suku
§   · Diclinae terdiri atas 1 kelas dengan 5 suku
All. de jussie menjadi guru besar yang dikenal sebagai DE CANDOLLE, nama ini merupakan nama keluarga yang tiga generasi berturut-turut menghasilkan tokoh-tokok yang sangat mashur dalam dunia ilmu tumbuhan, khususnya taksonomi. Mereka itu adalah :
a. Augustin Pyramus De Candolle (1778-1841)
Yang adalah murid R.L Desfontaines (1752-1833 yang bertahun-tahun menjabat Guru Besar ilmu tumbuhan di Paris dan direktur Kebun Raya di sana, penulis Flora Atlantica dan berbagai publikasi lainnya. DE CANDOLLE sendiri kemudian menjadi Guru Besar di Montpellier (Prancis) dan akhirnya di Geneva (swiss). Ia menjadi sangat mashur sebagai pemrakarsa dan penulis sepuluh jilid pertama sebuah karya monumental yang berjudul Prodromus SystematisNatural Regni Vegetabilis, previsi edisi ke-III karya Lamarck Flora Francoise, dan pencipta system klasifikasi tumbuhan disebut menurut namanya (system de Candolle), yang banyak hal mirip sistemnya de Jussieu, tetapi jauh lebih luas. Ia juga berpendapat, bahwa sifat-sifat anatomi dapat dijadikan dasar klasifikasi yang lebih kuat dari pada sifat-aifat fisiologi. Garis besar system klasifikasi de Candolle adalah sebagai berikut :
I. Kelas Dicotyledoneae (exogenae)
1. Anak kelas thalamiflorae, yang terdiri atas 4 kohor dan 51 marga
2. Anak kelas Calicyflorae, yang terdiri atads 64 marga
3. Anak kelas Corolliflorae dengan 23 marga
4. Anak kelas Monochlamydeae dengan 20 bangsa
II. Kelas Monocotyledonea (Endogenae)
1. Anak kelas Phanerogamae dengan 21 marga
2. Anak kelas Cryptogamae dengan 5 bangsa
III. Kelas Acotyledonae (Cellulares)
1. Anak kelas Foliaceae, yang mencakup Musci dan Hepaticae.
2. Anak kelas Aphyllae, yang meliputi Lichenes, HIpoxyla, Fungi dan Algae.
b. Alphonso De Candolle (1806-1893)
Anak Augustin de Candolle yang menyelesaikan tugas ayahnya, sehingga Prodromus yang tersisa itu ditulis oleh spesialis-spesialis dengan Alpohso de candolle sebagai penyuntingnya. Ia sendiri menulis jilid pertama buku-buku Suites au Prodromus dan penyunting kelima jilid buku-buku yang merupakan kelanjutan Prodromus yang diprakarsai ayahnya.
c. Casimir De Candolle (1838-1918)
Adalah anak Alfonso yang menulis berbagai monografi antara lain tentang Meliaceae dan Piperaceae, dan bertindak sebagai editor untuk menyrlesaikan keempat jilid Suites au Prodromus yang masih tersisa.
d. Robert Brown (1773-1858)
Adalah kolektor tumbuhan dan penulis publikasi yang penting. Sekalipun ia sendiri tidak menciptakan suatu system klasifikasi, tetapi karya-karyanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap system-sistem klasifikasi yang diciptakankemudian. Ia telah menunjukan bahwa Gymnospermae adalah golongan tumbuhan yang ditandai dengan adanya bakal biji yang telanjang dan harus dipisahkan dari angiospermae. Ia juga orang pertana yang menjelaskan morfologi bunga dan penyerbukan pada asclepiadeaceae dan Polygalaceae. Ia pun dikenal sebagai penemu suatu fenomenon yang hingga sekarang kita kenal sebagai “gerakan Brown”
e. John Llindley (1799-1865)
Adalah Guru Besar ilmu Tumbuhan di London. Ia sangat tenar dengan ahli Anggerik. Ia mengusulkan suatu system klasifikasi yang didasarkan atas aspek-aspek terbaik yang ia ambil dari para pendahulunya. System Lindley merupakan system alam yang pertama yang secara luas digunakan Inggris dan Amerika, antara lain juga merupakan system klasifikasi alam yang paling komprehensif yang ditulis dalam bahasa inggris.


f. Brongniart (1801-1847)
Adalah Guru Besar ilmu Tumbuhan dan anggota Akademik Ilmu Pengetahuan di Paris dan merupakan seorang ahli paleobotani dan taksonomi. Sebagai penulis sejumlah besar karya-karya dalam ilmu tumbuhan, ia antara lain mengusulkan suatu system klasifikasi tumbuhan sebagai berikut :
I. Cryptogamae
1. Amphigenes (Algae, fungie, lichenes)
2. Aerogenes (Musci, Cryptogamae beberkas angkutan dan characeae)
II. {Phanerogamae)
1. Monocotyledonae
a. Perispermae
b. Aperispermae
2. Dicotyledonae
A. Angiospermae
a) Gamopetalae
b) Dialypetalae
B. Gymnospermae
Letak kelemahan system Brongniart ini adalah penempatan angiospermae dan gymospermae dalam lingkungan Dicotyledonae
g. St. L. Endlicher (1804-1849)
Adalah Guru besar Ilmu Tumbuhan, Direktur Kebun Raya dan Museum Botani di Wina. Dari sekian banyak publikasinya, ia tercatat sebagau salah seorang penganjur system alam yang termuat dalam bukunya Genera Plantarum yang memuat 8835 marga yang 6235di antaranya adalah dari tumbuhan berberkas angkutan. System klasifikasinya yang termuat dalam General Plantarum itu terbit kira-kira pada masa yang bersamaan dengan terbitnya system bronkniart, dan dianggap sebagai salah satu sumbangan yang besar dalam sejarah klasifikasi tumbuhan. Endlicher mengklasifikasikan tumbuhsn sebagai berikut :
Region I Thallophyta
Sectio 1. Protophyta (Algaedan Lichenes)
Sectio 2. HYsterophita (fungi)
Region II Cormophyta
Sectio 3. Acrobrya
Kohor 1. Acrybrya anophyta (Hepaticae dan Musci)
Kohor 2. Acrybrya protophyta (calamariae, felices, hidropterides)
Kohor 3. Acrobrya Hysterophyta (Rhizantheae)
Sectio 4. Ampibrya (Monocotiledonae)
Sectio 5. Acramphibrya
Kohor 1. Gymnospermae
Kohor 2. Apetalae
Kohor 3. Gamepetalae
Kohor 4. Dialypetalae
h. G. Benmtham (1800-1884) dan J. D Hooker (1817-1911)
George Bentham pada mulanya adalah seorang amatir, tetapi setelah mencapai usia separuh baya telah memberikan sepenuh perhatiannya kepada Ilmu taksonomi tumbuhan. Ia menjadi ahli taksonomi yang sangat mashur, disamping itu juga ahli bahasa dan menguasai bahasa latin dengan baik, dan penulis berbagai karya dalam bidang taksonomi tumbuhan, antara lain Flora of Australia, hongkong, dan nomografi-monografi dunia untuknsejumlah suku seperti Polygonaceae, labiatae, dll.SS






5. Periode Sistem Filogenetik dari Pertengahan abad ke 19 hingga sekarang
Teori evolusi, teori desendensd atau teori keturunan seperti yang diciptakan oleh darwin merupakan suatru teori hingga sekarang oleh sebagian orang terutama tokoh agama masih dianggap kontroversial dan tetap ditentang kendati ajaran itu tetap diterima dan cepat tersebar luas dikalangan kaum ilmuan yang begitu fanatik terhadap teori ini sampai ada yang menyatakan, bahwa “ evolusi bukannya teori lagi, tetapi adalah suatu aksioma yang tidak perlu diragukan kebenarannya, dan oleh krenanya tidak perlu diperdebatkan lagi “.
Sistem klasifikasi dalam periode ini berupaya untuk mengadakan penggolongan tumbuhan yang sekaligus mencerminkan urutan – urutan golongan itu dalam sejarah perkembangan filogenetiknya dan demikian juga menunjukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan yang satu dengan yang lain. Jadi dalam klasifikasi ini dasar yang digunakan adalah “filogeni” dan dari sini lahirlah nama “sistem filogenetik” kenyataanya, bahwa kemudian muncul sistem klasifikasi yang berbeda, membuktikan bahwa persepsi dan interpretasi para ahli biologi mengenai yang disebut filogeni itu masih berbeda beda.
Contoh tokoh – tokoh ahli taksonomi tumbuhan sebagai berikut :
a. Alexander Braun (1805 – 1877)
Merupakan seorang ahli tumbuhan yang dikenal sebagai pakar morfologi dan pengenal baik “Flora Eropa Tengah”. Sebagai pelopor sistem filogenetik ia membedakan tumbuhan seperti dibawah ini :
I. Tingkat Briophyta
1. Kelas Thallodae (Algae, Lichenes, Fungi)
2. Kelas Thallophyllodae (Chorinae, Muscinae)
II. Tingkat Cormophyta (Felices)
III. Tingkat Anthophyta
a. Bagian besar Gymnospermae
b. Bagian besar Angiospermae
1. Kelas Monocotyledonae
2. Kelas Dicotiledonae
1e. Apetalae
2e. Sympetalae
3e. Eleutheropetalae
b. A.W. Eichler (1839 – 1887)
Seorang ahli tumbuhan yang sangat termashur karena publikasinya melalui diagram – diagram bunga, dan editor Flora Braziliensis yang ditulis oleh von Martius (1794 – 1868), yang waktu menjadi guru besar di Munich pernah mengambil Eichler sebagai asitennya. Eichler juga pernah menjadi penulisbab tentang Coniferaedalam edisi pertama buku Die Naturlichen Pllanzen familienyang diterbitkan oleh engler (1844 – 1930) dan K. Prantl. Klasifikasi alam tumbuhan menurut Eichler adalah sebagai berikut :
A. Crytogamae
I. Afdeling Thallophyta
1. Kelas Algae
2. Kelas Fungi (sebagai kelompok demikian pula Lichenes)
II. Afdeling bryophyta
III. Afdeling Pterydophyta
B. Phanerogamae
I. Afdeling Gymnospermae
II. Afdeling Panerogamae
1. Kelas Monokotiledoneae
2. Kelas Dikotiledonae
c. Adolp Engler (1844-1930)
Merupakan ahli taksonomi tumbuhan yang berkebangsaan Jerman yang sangat termashur, penulis atau editor sejumlah karya-karya dalam taksonomi yang sangat penting, antara lain Die Naturlichen Pflanzenfamilien yang meliputi lebih dari 20 jilid dari bersama-sama dengan K. Prantl. Sistem engler membagi alam tumbuhan dalam sejumlah Afdeling yang garis-garis besarnya sebagai berikut :


                 I.            Afdeling Schizophyta
              II.            Afdeling Phytosarcodyna
           III.            Afdeling Flagellatae
           IV.            Afdeling Diniflagellatae
              V.            Afdeling Bachilariophyta
           VI.            Afdeling Conjugate
        VII.            Afdeling Clorophyceae
     VIII.            Afdeling Charophyta
           IX.            Afdeling Phaeophyceae
              X.            Afdeling Rhodophyceae
           XI.            Afdeling Eumycetes
        XII.            Afdeling embryophyta asiphonogama
1. Sub Afdeling Bryophyita
2. Sub Afdeling Pteridophyta
XIII.   Afdeling Embryophyta siphonogama
1. Sub Afdeling gymnospermae
2. Sub Afdeling Angiospermae
a. Kelas Monocotiledoneae
b. Kelas Dicotyledoneae
Salah satu penyebab mengapa engler diterima secara luas oleh ahli – ahli tumbuhan ialah karena Engler dan Plantl dalam bukunya Die Naturlichen Pflanzenfamilien menerapkan sitemnya untuk seluruh tumbuhan mulai dari Algae sampai kepada Spermatophyta. Engler berpendapat bahwa Monocotiledoneae lebih primitif dari pada Dicotiledoneae, dan bahwa Orchidaceae (anggrek) lebih maju dari pada Gramineae (rumput).
d. Charles E. Besseu (1845 – 1915)
Menjadi orang pertama yang menyajikan suatu sistem klasifikasi secara filogenetik. Ia tidak dapat menrima hipotesi – hipotesisnya Eichler dan Engler, dan sebagai ahli ilmu tumbuhan sangat dipengaruhi masalah asalnya jenis dan teori evolusi seperti yang dikemukakan oleh darwin dan wallace. Pada umunya sistem Bessey adalah seperti sistemnya Benthan dan Hooker yang ditatakembali dengan menerapkan asas-asas evaluasi dengan mengubah istilah “cohor” menjadi “bangsa” (ordo), “orders” menjadi “suku” (familia).
e. Richard Wettstein (1862 – 1831)
Salah seorang guru besar ilmu tumbuhan di Winadimana dalam sistem klasifikasinya menggunakan istilah “stamm” untuk kategori tertinggi barangkali sering menggunakan kata “divisi”. “Abteilung” untuk bagian “stamm” yang barangkali dapat dinamakan sekarang dengan “anak divisi”. Selain itu dia juga masih menggunakan istilah “unter abteilung” yang sekarang sukar dicari padananya.
f. Alfred B. Rendle (1865 – 1939
Ia terkenal bukan hanya studinya mengenai Gramineae, Oricidaceae, Najadaceae tetapi juga karena kepemimpinanyabertalian dengan penyusuan peraturan-peraturan pemberian nama secar internasional. Ia juga menulis Classification of Flowering Plants yang terdiri atas dua jilid, yang memuat sistem klasifikasinya yang pada dasarnya mengikuti sistemnya Engler dan Prantl. Sistem ciptaan Rendle lebih merupakan sistem filogenetik modern dalam arti yang sesungguhnya. Seperti Engler dan Plantl, ia juga berpendapat bahwa Monocotiledoneae adalah golongan paling primitif dibandingkan dengan Dicotiledoneae.
g. Karl C. Mets (1866 – 1944)
Metode penetuan jauh dekatnya hubungan kekerabatan antar tumbuhan yang dikembangkan Metz dan dibantu oleh Ziengenpix ini timbul dari anggapan bahwa setiap jenis tumbuhan mengandung protein yang pas bagi jenis itu dan timbul lain yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan jenis itu di anggap mempunyai protein yang sejenis yang dpat dibuktikan melalui reaksi serologi atau teori serodinostik. Metode ini ternyata berkembang pesat dalam fiorlogi dan lazim diterapkan dalam mengidentifiikasi virus. Penerpannya dalam duniaa tumbuhan adlah sebagai berikut, mulai dari suatu jenis tumbuhan yang telah diketahui identifikasinya diakstrasi protein yang dianggap karasteristik untuk jenis itu. Hsil ekstraksi itu disuntikan sebagai antigen kelam darah marmot atau kelinci, yang dengan dimasukinya ndengan benda asing itu dalam serum darahnya akan membentuk antibodi.
Jelas kiranya bahwa metode ini merupakan metode yang cukup rumit yang tidak dikuasai oleh rata-ratanya ahli biologi, hingga aspek ini tidak begitu banyak oleh ahli-ahli taksonomi tumbuhan yang tidak memiliki latarbelakang pendidikan kimia yang kuat. Namun demikian, dikalangan ahli-ahli farmasi, melaui studi formakognosi, fitokima dan lain-lain, terutama untuk menpatkan bahan-bahan kimia dengan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pengobatan.
h. Hans Halliers (Johan Gottfried Hallier) (1868 – 1932)
Diantara sekian banyak publikasinya, termuat sistem filogenetik ciptaanya, yang masih berdasarkan atas asas-asas filetik seperti yang dilakukan oleh Bessey, namun ia masih banyak menggunakan hasil-hasil penelitian dalam paleobotani, anatomi, serologi, dan antogeni. Ia menolak konsep Engler mengenai bunga yang masih dianggap primitif tetapi memilih tipe strobiloid sebagai tipe bunga yang primitif. Penangananya pada Monocotiledoneae tidak bgitu cermat terhadap yang ia lakukan pada Dicotiledoneae.
i. August A. Pulle (1878)
Ia menggolongkan tumbuhan berbiji dengan nama Spermatophyta, tetapi menolak konsep engler yang membagi divisi itu menjadi dua anak divisi yaitu Monocotiledoneae dan Dicotiledoneae.
j. Carl Skottberg (1880)
Sistem skottberg berbeda baik dengan pendapat Engler maupun Wattstein, btetapi menerima baik bebrapa pendapat Bentham dan Bessei. Seperti ia tunjukan pada penetapan Amentiferae setelah Roasales, dan berbeda pula dengan sistem Pulle dengan memepertahankanb Primulales dalam Sympatalae.
k. John Hutchinson (1884 – 1972)
Sistem klasifikasi Hutchinson menujukan kaitan – kaitan yang lebih dekat dengan sistemnya Bentham dan Hooker serta sistemnya Bessey dari pada Engler. Walaupun sistem Hutchinson merupkan sistem klasifikasi tumbuhan yang termasuk sistem filogenetik paling mutakhir dan cukup terperinci tetapi hanya terbatas pada tumbuhan berbiji saja dan dari golongan ini hanya sebagain yaitu angiospermae.

6. Sistem Klasifikasi Kontemporer
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dalam abad ke-20 ini pasti akan berpengaruh pula terhadap perkembangan ilmu taksonomi tumbuhan. Kecenderungan untuk mengkuantitatifkan data penelitian dan penerapan matematika dalam pengolahan data yang diperoleh telah menyusup pula ke dalam ilmu-ilmu sosial yang semula tak pernah atau belum memanfaatkan matematika serta belum mempertimbangkan pula kemungkinan-kemungkinanyang dapat di capai dengan penerapan pendekatan kuantitatif matematik.
Perkembangan teknologi, khusus nya di bidang elektronika yang dalam abad nukluer maju dengan pesat ini, telah pula menjamah bidang taksonomi tumbuhan, yang sejak beberapa dasawarsa belakangan ini juga sudah di jalari “penyakit” penerapan metode penelitian kuantitatif yang pengelohan datanya memanfaatkan jasa-jasa komputer pula. Kumputer telah digunakan secara luas dalam pengembangan metode kuantitatif dalam klasifikasi tumbuhan, yang melahirkan bidang baru dalam taksonomi tumbuhan yang dikenal sebagai taksonomi numerik,taksometri atau taksonometri.
Pengolahan data secara elektronik (EDP—Elektronic Data Processing), juga sudah diterapkan untuk berbagai prosedur dalam penilitian taksonomi antara lain dalam penyimpanan dan pengambilan laporan-laporan atau informasi.
Taksonomi numerik didefinisikan sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan organisme dan penataan golongan-golongan itu melalui suatu analisisyang dikenal sebagai”analisis kelompok” (cluster annalysis) kedalam katagori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tersebut. Peranan komputer adalah unutk mengerjakan perbandingan kuantitatif antara organisme mengenai sejumlah besar ciri-ciri secara simultan.
Taksonomi numerik didasarkan atas bukti-bukti fenetik, artinya didasarkan atas kemiripan yang diperlihatkan objek studi yang diamati dan di catat, dan bukan atas dasar kemungkinan-kemungkinan perkembangan filogenetiknya. Kegiatan-kegiatan dalam taksonomi numerik bersifat empirik oprasional, dan data serta kesimpulannya selalu dapat diuji kembali melalui obsevarsi dan eksperimen. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam melaksanakan kegiatannya, meliputi berturut-turut :
  1. Pemilihan objek studi, yang dapat berupa individu, galur, varietas, jenis, dst. Yang penting diperhatikan ialah unit-unit yang dijadikan objek-objrk studi harus benar mewakili golongan organisme yang sedang di garap.
  1. Pemilihan ciri-ciri yang akan diberi angka (score). Jumlah ciri yang dipilih untuk pemberian angka harus cukup banyak. Sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) ciri, yang masinhg-masing diberi kode dan selanjutnya disusun dalam bentuk tabel atayu matriks.
  1. Penguksran kemiripan. Kemiripan ditentukan dengan membandingkan tiap ciri pada masing unit taksonomi operasional. Banyaknya atau besanya kesamaan diberi angka yang dinyatakan dalam %.
  1. Analisis kelompok (cluster analysis). Matriks kemiripan kemudian didata kembali sehingga unit-unit taksonomi operasional yang mempunyai kemiripam bersama yang paling tinggi dapat dikumpulkan menjadi satu. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yang memungkinkan penentuan takson atau kelompok yang sekerabat. Kelompok-kelompok itu disebut fenon dan ditata secara hirerki dalam suatu diagram yang disebut dendogram.
Diskriminasi. Metode yang diterapkan dalam taksonometri itu dalah metode morfologi komparatif yang secara konfesional telah lazim digunakan, dengan perbedaan dalam taksonomi numerik dimanfaatkan bantuan peralatan yang canggih tyaitu komputer dan alat yang digunakan untuk menghitung lainnya.

Takson dan Kategori
Dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) Bagian II Peraturan dan Saran-Saran Bab I Tingkat Takson dan Istilah untuk Menyebutnya Pasal 1, secara eksplisit, bahwa yang dimaksud Takson adalah setiap golongan (unit) taksonomi tingkat yang mana pun. Artinya takson-takson itu dibedakan dalam tingkat yang berbeda-beda, yang berarti pula bahwa takson-takson itu dapat ditata menurut urut-urutan tingkatnya. Pasal berikutnya dalam KITT menyebutkan bahwa ada 7 tingkat takson yang utama, yang diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil, seperti pada tabel berikut (Perbandingan dengan takson hewan) :


Klasifikasi tumbuhan
Klasifikasi hewan
Kingdom
kingdom
Divisio
Filum
Class
Class
Ordo
Ordo
Familia
Familia
Genus
Genus
Spesies
Spesies
Istilah jenis, marga, suku, dan seterusnya merupakan istilah untuk menunjukkan takson menurut tingkatnya, yang dalam taksonomi disebut pula dengan istilah kategori. Namun istilah kategori lazim digunakan dalam taksonomi hewan,dan jarang kita jumpai dalam taksonomi tumbuhan.
Takson (unit) dasar dalam taksonomi tumbuhan. Pada masa lampau yang dijadikan unit dasar dalam klasifikasi tidak sama dengan unit dasar yang dipakai sekarang. Dari karya pakar masa lampau dapat disimpulkan, bahwa unit dasar yang mereka pakai adalah marga (genus), yang terbukti dari judul karya mereka yang semua hampir sama, yaitu Genera Plantarum (marga-marga tumbuhan), seperti karya-karya Linnaeus, Endlicher, Bentham & Hooker, semuanya berjudul Genera Plantarum. Pada waktu sekarang keadaannya telah berubah, KITT Bagian II, Bab I Pasal 2 menyebutkan seara eksplisit, bahwa takson jenis (species) adalah yang merupakan unit dasar. Sebagai contoh klasifikasi pada Oryza sativa (padi):
Regnum (dunia)   : Plantae
Divisio (divisi)     : Spermatophyta
Sub Divisio          : Angiospermae
Class (kelas)         : Monocotyledoneae
Ordo (bangsa)      : Poales (Glumiflorae)
Familia (suku)      : Gramineae
Genus (marga)      : Oryza
Species (jenis)      : Oryza sativa
Identifikasi dan Sistem Identifikasi
Indentifikasi atau “pengenalan” merupakan kegiatan untuk menetapkan identitas (“jati diri”) suatu tumbuhan, yang dalam hal ini tidak lain daripada “menentukan namanya yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi”. Istilah identifikasi sering juga digunakan istilah “determinasi”. Setiap orang yang akan mengidentifikasi suatu tumbuhan selalu dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu :
1. tumbuhan yang akan ia identifikasi itu belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, jadi belum ada nama ilmiah-nya, juga belum ditentukan tumbuhan itu berturut-turut dimasukkan dalam kategori yang mana.
2. tumbuhan yang akan ia identifikasi itu sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, sudah ditentukan nama dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi.
Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan harus tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti dimuat dalam KITT. Nama takson baru itu selanjutnya harus dipublikasikan melalui cara-cara yang diatur pula oleh KITT. Prosedur identifikasi tumbuhan yang untuk pertama kali akan diperkenalkan oleh dan ke dunia ilmiah itu memerlukan bekal yang lazimnya hanya dimiliki oleh mereka yang berpendidikan ilmu hayat, khususnya taksonomi tumbuhan. Oleh karena itu pekerjaan identifikasi yang pertama kali itu hanya dilakukan oleh ahli-ahli yang bekerja dalam lembaga penelitian taksonomi tumbuhan (herbarium), jarang sekali oleh pihak-pihak lain di luar mereka.
Untuk identifikasi tumbuhan yang tidak kita kenal tetapi telah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, dapat dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan identitas tumbuhan tersebut kepada seseorang yang kita anggap ahli dan kita perkirakan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
2. Mencocokkan dengan spesimen herbarium yang telah diidentifikasikan.
3. Mencocokkan dengan candra dan gambar-gambar yang ada dalam buku-buku flora atau monografi.
4. Menggunakan kunci identifikasi dalam identifikasi tumbuhan.
5. Menggunakan Lembar Identufikasi Jenis (“Species Identification Sheet”).

Tatanama Tumbuhan Nama biasa dan nama ilmiah
Pada mulanya nama yang diberikan kapada tumbuhan itu adalah dalam bahasa induk orang yang memberi nama. Dengan demikian satu jenis tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai dengan bahasa orang yang memberikannya. Misalnya pisang dalam bahasa Indonesia oleh orang Inggris atau Belanda dinamakan banana, orang Jawa Tengah menyebutnya gedang, sedang orang Jawa Barat oleh orang-orang Sunda pisang dinamakan cauk. Nama demikian itu, yang berbeda-beda menurut bahasa yang memberikan nama tadi, dalam taksonomi tumbuhan disebut nama biasa, nama daerah, atau nama lokal atau “common name”. dengan semakin berkembangnya ilmu taksonomi tumbuhan kemudian dikenal yang disebut “nama ilmiah” (“scientific name”).
Lahirnya nama ilmiah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Beranekaragamnya nama biasa, berarti tidak adanya kemungkinan nama biasa itu diberlakukan secara umum untuk dunia internasional, mengingat adanya perbedaan dalam setiap bahasa yang digunakan, sehingga tidak mungkin dimengerti oleh semua bangsa.
2. Beranekaragamnya nama dalam arti ada yang pendek, ada yang panjang, bahkan ada yang panjang sekali, misalnya nama Sambucus, Sambucus nigra (sambucus hitam), Sambucus fructu in umbello nigro (Sambucus dengan buah berwarna hitam yang tersusun dalam rangkaian seperti payung), atau Sambucus caule ramoso floribus umbellatus (Sambucus dengan batang berkayuyang bercabang-cabang dan bunga yang tersusun sebagai payung). Nama-nama itu diberikan kepada tumbuhan tanpa adanya indikasi nama-nama tadi dimaksud sebagai nama jenis, nama marga, atau nama kategori takson yang lain lagi.
3. Banyaknya sinonima (dua nama atau lebih) untuk satu macam tumbuhan, seperti misalnya nama-nama dalam bahasa Jawa: tela pohong, tela kaspa, tela jendral, menyok, untuk katela pohon,dan juga banyak homonima, seperti misalnya dalam bahasa Indonesia lidah buaya yang digunakan untuk marga Aloe dan Opuntia.
4. Sukarnya diterima oleh dunia internasional, bila salah satu bahasa bangsa-bangsa yang sekarang masih dipakai sehari-hari dipilih sebagai bahasa untuk nama-nama ilmiah.
Kaitan Taksonomi dengan Cabang-Cabang Ilmu Lain
Berdasarkan bentuk kaitan antara cabang-cabang ilmu lain dengan taksonomi tumbuhan, dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang merupakan syarat mutlak sebagai bekal untuk dapat mendalami taksonomi tumbuhan. Ilmu atau cabang-cabang ilmu demikian itu disebut prasyarat (prerequisite) yang harus dikuasai dulu oleh seseorang sebelum memulai dengan mempelajari ilmu yang lain. Cabang-cabang ilmu yang dapat dianggap merupakan prasyarat untuk mempelajari taksonomi tumbuhan yaitu Tatanama Tumbuhan, Morfologi-Terminalogi, dan Bahasa Latin.
2. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang oleh seseorang diperlukan agar ia dapat lebih memahami berbagai aspek ilmu yang sedang dipelajari itu dengan lebih baik. Ilmu atau cabang-cabang ilmu demikian itu lazim disebut sebagai penunjang, yang sama halnya dengan ilmu yang merupakan prasyarat seyogyanya dikuasai lebih dulu sebelum melangkah untuk mempelajari suatu bidang ilmu tertentu. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang diperlukan sebagai penunjang untuk mendalami taksonomi tumbuhan yaitu Filogeni (mempelajari sejarah evolusioner suatu takson yang berupaya untuk menerangkan asal dan perkembangan takson) dan Evolusi, Ekologi (Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungnya) dengan dan Fitogeografi (ilmu yang mempelajari hubungan keruangan antara takson tumbuhan di muka bumi atau dikatakan juga ilmu yang mempelajari tentang distribusi tumbuhan di muka bumi), dan Genetika.
3. Ilmu atau cabang-cabang ilmu yang bila dimiliki oleh seseorang dalam mempelajari suatu bidang ilmu tertentu akan dapat menambah atau lebih mendalam wawasannya, yaitu Geologi, Ilmu Tanah, dan Iklim, Matematika, Statistika, dan Komputer.






Daftar Pustaka

Gembong Tjitrosoepomo. 2005. Taksonomi Umum (Dasar-dasar taksonomi tumbuhan). Cetakan ketiga.
        Gadjah Mada University Press: Jogyakarta.
 R.D. Vidyarthi and S.C. Tripathi. 2002. A Texbook of Botany. S. Chand & Company Ltd. Ram Nagar, New
        Delhi: India.
Supraptono Djajadirana. 2000. Kamus Dasar Agronomi. Cetakan pertama. PT. RajaGrafindo Persada:

       Jakarta.